Pembangunan hukum di era pemerintah Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma’ruf Amin dinilai sangat progresif jika dilihat dari perspektif eksekutif.
Deputi Bidang Koordinasi Kesatuan Bangsa Kemenko Polhukam Janedjri M. Gaffar, dalam acara FMB9 dengan tema Menjaga Keutuhan NKRI dan Pancasila Sebagai Pedoman Berbangsa dan Bernegara, mengatakan, berbicara tentang pembangunan hukum maka kita harus melihat ada beberapa kamar atau ada beberapa cabang kekuasaan negara di sana yang memang dalam sistem ketata negaraan kita diberi kewenangan terkait dengan pembangunan di bidang hukum.
“Khusus untuk pembentukan hukum ranah dari legislatif, sedangkan untuk pelaksanaan hukum itu ranahnya eksekutif, untuk penegakan hukum kita melihat titik tekannya pada ranah yudikatif dan eksekutif juga diberi kewenangan. Oleh karena itu, apabila kita melihat pembangunan di bidang hukum dari perspektif eksekutif, pembangunan hukum sudah sangat sedemikian progresifnya,” ujar Janedjri.
Menurutnya, selama ini masyarakat tidak pernah mendengar kasus-kasus besar yang oleh pemerintah dibuka ke masyarakat. Namun di era pemerintahan Presiden Jokowi, kasus-kasus seperti korupsi dan sebagainya justru dibuka dan benar-benar ditegakkan tanpa pandang bulu, termasuk kasus lama seperti Djoko Tjandra.
“Seperti yang masyarakat ketahui, kita tahu ada beberapa Menteri yang terkena kasus korupsi bahkan kasus Djoko Tjandra terkait dengan petinggi di Kepolisian dan Kejaksaan dan itu tidak pandang bulu. Itu menjadi komitmen bagi pemerintahan Bapak Jokowi,” kata Janedjri.
Terkait dengan isu radikalisme dan terorisme, menurut Janedjri, Kemenko Polhukam telah membuat rekomendasi yang berasal dari aspirasi masyarakat. Salah satunya yaitu perlu adanya pelibatan masyarakat. “Kami menyerap aspirasi masyarakat, kami kaji, kemudian kami simpulkan, dan rumuskan dalam bentuk rekomendasi antara lain perlu ada pelibatan masyarakat,” kata Janedjri.
Ia mengatakan bahwa masyarakat memiliki FKDM (forum kewaspadaan dini masyarakat) yang di dalamnya berkumpul tokoh masyarakat dari berbagai elemen, di samping itu juga ada FKPT (forum koordinasi pencegahan terorisme). FKDM dan FKPT ini ada di seluruh provinsi, kabupaten dan kota, dan merupakan forum inisiatif masyarakat yang difasilitasi oleh pemerintah daerah dan BNPT.
“Kita juga menginginkan agar pemerintah daerah juga ikut memberdayakan FKDM dan FKPT, sehingga dengan demikian kita secara cepat dapat mendeteksi sejak dini mengenai potensi adanya radikalisme dan terorisme,” kata Janedjri.
“Di samping itu kita juga memberikan rekomendasi agar gerakan moderasi beragama ini lebih ditingkatkan. Karena ini sebagai cara bagaimana kita benar-benar bisa mewujudkan sikap dan tindakan kita dalam beragama yang toleran atas dasar penghargaan dan penghormatan terhadap perbedaan agama. Moderat tidak ekstrim kiri atau ekstrim kanan. Kita menginginkan ini di tengah-tengah, di situlah platform utama kita yakni menjaga kesatuan bangsa dengan mengedepankan keadilan dan keseimbangan,” imbuh dia. (***)