Desa Pemajuan Kebudayaan akan menjadi salah satu program prioritas Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) di bidang kebudayaan. Sebanyak 350 desa akan menjadi sasaran dari program ini. Program Desa Pemajuan Kebudayaan bertujuan untuk mengaktifkan ekosistem pemajuan kebudayaan masyarakat di desa dengan mengenali dan menarasikan potensi budaya desa berbasis budaya sehingga dapat dimanfaatkan untuk menyejahterakan masyarakat desa itu sendiri.
Direktur Pengembangan dan Pemanfaatan Kebudayaan, Restu Gunawan, mengatakan program ini akan menggali potensi budaya yang dimiliki desa dari sudut pandang masyarakat atau komunitas desa itu sendiri sebagai pemilik kebudayaannya, dan apa yang akan dilakukan komunitas terhadap budaya yang mereka miliki.
“Output-nya adalah temu kenali budaya desa. Kadang orang desa melihatnya sebagai sesuatu yang biasa. Padahal bagi orang lain di luar sana, itu adalah potensi. Nah, ini yang perlu diberdayakan. Kemudian kalau bisa dimonetisasi. Bisa untuk pariwisata, festival, dan sebagainya. Tolok ukurnya di antaranya adalah bagaimana mereka bisa membuat sebuah festival, atau packaging, atau untuk UMKM. Lalu apakah UMKN juga bisa untuk e-commerce, dan sebagainya,” ujar Restu saat taklimat media secara virtual di Jakarta, Senin (11/1/2021).
Program Desa Pemajuan Kebudayaan diharapkan dapat membuka akses informasi, akses jaringan, dan akses pasar, dengan tiga tahapan kerja, yaitu temu kenali potensi, pengembangan potensi budaya, dan pemanfaatan potensi budaya. Restu menuturkan, program ini rencananya akan berjalan beriringan dengan Program Merdeka Belajar di jenjang pendidikan tinggi, yaitu Kampus Merdeka.
“Misalnya bagaimana mahasiswa ada yang bisa leading di suatu kampung lewat KKN, kemudian belajar bersama di situ untuk pemberdayaan bersama komunitas yang ada. Basisnya adalah komunitas yang ada di desa, lalu bersama kepala desa atau lurah, dan ada pendampingnya, baik dari Kementerian Desa, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, maupun Ditjen Kebudayaan di Kemendikbud,” tutur Restu.
Direktur Pembinaan Kepercayaan kepada Tuhan YME dan Masyarakat Adat, Sjamsul Hadi, mengatakan program ini akan berjalan lintas sektor dengan melibatkan kementerian lain yang terkait. Pada tahun 2020, Ditjen Kebudayaan sempat melakukan konsolidasi dan koordinasi dengan menggelar pertemuan lintas kementerian yang dihadiri perwakilan eselon 2 dari Kemenparekraf, Kemendagri, dan Kemendes. Dari sisi regulasi, target yang akan dicapai dalam upaya konsolidasi ini adalah menggalang terjalinnya MoU atau perjanjian kerja sama (PKS) dalam rangka implementasi Permendagri Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Keuangan Desa.
“Hal ini perlu menjadi konsentrasi karena perlu dituangkan secara khusus apa saja yang dibutuhkan untuk pemajuan kebudayaan desa yang inline dengan arah Undang-Undang Pemajuan Kebudayaan. Desa-desa yang mendapatkan dana desa sangat bervariatif,” kata Sjamsul Hadi.
Menurutnya, masih banyak desa yang belum memenuhi ketentuan dalam Permendagri Nomor 20 Tahun 2018. Karena itulah melalui MoU atau PKS, diharapkan tiap desa dapat menerbitkan peraturan desa (perdes) tentang pembangunan desa saat mengajukan program dana desa.
“Di ruang inilah kami, Ditjen Kebudayaan, perlu untuk mengambil posisi. Berapa persen alokasi untuk dukungan pemajuan kebudayaan di desa dan ruang-ruang apa saja kebutuhan yang seharusnya menjadi fondasi atau dasar-dasar untuk pembangunan desa di sisi kebudayaan. Misalnya inventarisasi, pencatatan, dan pendataan aset dari potensi desa, termasuk di dalamnya kekayaan sumber daya alamnya atau biodiversity,” ujar Sjamsul.
Sementara dari sisi sumber daya, Kemendikbud akan menggalang kerja sama dengan kementerian terkait, khususnya Ditjen Konservasi Sumber Daya Alam Ekosistem (KSDAE) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) dengan membangun tenaga penggerak sebagai tenaga pemajuan kebudayaan desa. Melalui gerakan Sekolah Lapang, akan dilakukan kaderisasi untuk calon penggerak yang berasal dari pemuda desa yang sudah aktif melakukan upaya pemajuan kebudayaan di desanya. Diharapkan, ke depannya upaya pemajuan kebudayaan di desa bisa lebih tertata dan terkelola dengan baik.
Sjamsul mengatakan, kader-kader tersebut akan bekerja sama dengan Ditjen KSDAE Kementerian LHK yang sudah memiliki ruang dan didukung unit pelaksana teknis (UPT) yang ada di Kemendikbud, Kemendes, dan Kementerian LHK. Dengan begitu akan terbentuk sebuah ekosistem secara serentak untuk menggerakkan pemajuan kebudayaan di desa.
“Jadi dari sisi regulasi, yaitu keberlanjutan pendanaan desa, untuk alokasi kebudayaan sudah jelas berapa persen dan manfaatnya untuk apa saja. Dari sisi kedua, yaitu penyiapan tenaga penggeraknya, sehingga roda percepatan pemajuan kebudayaan diharapkan akan bergulir lebih cepat, meskipun dikembalikan lagi ke semua desa yang berpartisipasi dan gotong royong dalam menyukseskan ini,” katanya. (***)