JAKARTA – Sudah hampir satu tahun semua kegiatan dialihkan ke rumah, termasuk kegiatan belajar mengajar. Kebijakan itu diambil pemerintah untuk menekan laju penyebaran wabah virus corona, yang disebabkan adanya interaksi langsung. Awalnya para siswa merasa senang karena tidak usah bangun pagi berangkat ke sekolah untuk menimba ilmu.
Namun, siapa sangka kebijakan itu akan berlangsung lama, pemerintah pun belum juga memutuskan mengaktifkan kembali belajar di sekolah.
Tidak sedikit di antara para siswa merindukan suasana sekolah di antaranya belajar tatap muka bersama guru di dalam kelas. Tak hanya itu, para siswa juga rindu bertemu dan bergaul bersama teman sebaya di lingkungan sekolah.
Belum lama ini, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim mendapat kritik super keras dari Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Partai Kebangkitan Bangsa (DPP PKB) Abdul Muhaimin Iskandar.
Menurut Cak Imin atau Gus AMI, saat ini krisis atau darurat pendidikan yang terjadi sepanjang pandemi Covid-19 belum bisa tertangani dengan baik dan belum ada terobosan yang dilakukan Nadiem sebagai solusi dalam mengatasi darurat pendidikan nasional.
Karena itu, Gus AMI meminta kepada Presiden Joko Widodo untuk segera mengganti Nadiem. “Saya mengusulkan Menteri Pendidikan segera diganti dengan Syaiful Huda dari Ketua Komisi X supaya ada penanganan yang cepat dari stagnasi pendidikan nasional kita,” tandasnya.
“Menteri Pendidikan yang kita harapkan dengan teknologi yang dia miliki, mengambil inisiasi untuk mengambil langkah-langkah alternatif bagi krisis darurat nasional pendidikan, tetapi sampai hari ini tidak ada tanda-tanda hal yang bisa diharapkan dari Menteri Pendidikan kita,” kata Gus AMI saat membuka Musyawarah Wilayah (Muswil) ke-15 Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) PKB secara virtual, Sabtu (16/1/2021).
Hingga saat ini, sambung Gus AMI, tidak ada terobosan nyata yang bisa dirasakan Mendikbud dalam menangani darurat pendidikan nasional. “Saya pendukung utama Pak Nadiem karena saya harapkan kecanggihan Pak Nadiem dalam menangani teknologi, menangani gojek, menangani sistem perdagangan baru melalui online. luar biasa, salut,” katanya.
Terlepas benar atau tidaknya kritik Gus AMI, pendidikan memang salah satu sektor yang paling terdampak dari pandemi Covid-19, karena virus yang pada mulanya muncul di Wuhan, China ini, akan menyebar dengan cepat dalam kerumunan. Padahal, salah satu keniscayaan dalam pelaksanaan pendidikan adalah adanya interaksi antara guru/dosen dengan sejumlah besar siswa/mahasiswa. Artinya, pelaksanaan pendidikan secara formal dilakukan dalam kerumunan!
Lantas bagaimana jika kerumunan dilarang? Pendidikan tetap bisa dilaksanakan melalui penerapan kebijakan sistem pembelajaran jarak jauh (PJJ) dengan berbasis daring (dalam jaringan) alias secara online. Bukan hanya pendidikan, bahkan dunia kerja/dunia usaha pun secara umum menerapkan kebijakan work from home (WFH) dalam menjalankan tugas-tugas teknokratiknya.
Melalui Surat Edaran Nomor 4 tahun 2020 tentang Pelaksanaan Pendidikan dalam Masa darurat Coronavirus Disease (Covid-19), Mendikbud memastikan pemenuhan hak peserta didik untuk mendapatkan layanan pendidikan selama darurat Covid-19; melindungi warga satuan pendidikan dari dampak buruk Covid-19; mencegah penyebaran dan penularan Covid-19 di satuan pendidikan; dan memastikan pemenuhan dukungan spikosial bagi pendidik, peserta didik, dan orang tua.
Pada awalnya, pelaksanaan PJJ mengalami banyak hambatan karena selain sarana dan prasarana seperti gadged (telepon pintar) dan ketersediaan jaringan yang belum mamadai, secara psikologis, baik siswa/mahasiswa maupun guru/dosen belum sepenuhnya siap menghadapi perubahan pola belajar yang sangat drastis.
Namun lambat laun, PJJ bisa berjalan lebih baik dan lebih baik lagi, terutama setelah adanya kebijakan Mendikbud untuk memberi bantuan kuota internet untuk setiap siswa/mahasiswa dan guru/dosen.
Selain itu, Kemendikbud mengeluarkan sejumlah kebijakan afirmatif keringanan pembiayaan pendidikan (SPP dan biaya kuliah) melalui skema bantuan dan penundaan. Kemendikbud juga untuk pertama kalinya memberikan bantuan Dana BOS Afirmasi dan BOS Kinerja untuk mengurangi dampak keterpurukan ekonomi sekolah nnegeri dan swasta.
Di samping itu, Kemendikbud juga melakukan penyesuaian kurikulum dan modul pembelajaran yang sesuai dengan kondisi khusus untuk meringankan kesulitan pembelajaran di masa pandemi Covid-19. Modul pembelajaran ini mencakup uraian pembelajaran berbasis aktivitas untuk guru, orang tua, dan siswa.
Untuk mengatasi darurat pendidikan di masa pandemi, Kemendikbud tidak henti-hentinya mencari terobosan yang dilakukan secara cepat dan menyeluruh. Dukungan terus diupayakan secara maksimal kepada siswa/mahasiswa agar tetap bisa mendapatkan materi pembelajaran dengan baik di masa pandemi Covid 19.
Kepala Sekolah dan Pemimpin Perguruan Tinggi dapat memberikan keringanan SPP dan UKT terhadap siswa/mahasiswa terdampak pandemi. Selain itu, mahasiswa juga tidak wajib membayar UKT jika sedang cuti kuliah atau tidak mengambil sks sama sekali seperti pada saat menunggu kelulusan.
Melaksanakan pendidikan adalah amanat konstitusi. Dalam pembukaan (preambule) UUD 1945 jelas ditegaskan bahwa salah satu tugas negara adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Dan, dalam Pasal 28C, ayat [1] disebutkan bahwa “setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapatkan pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia.”
Untuk merealisasikan amanat konstitusi itu, di masa pandemi Covid-19, Kemendikbud memberikan bantuan UKT atau biaya perkuliahan kepada 410 ribu mahasiswa semester 3, 5 dan 7 kepada PTN dan PTS dengan menggunakan anggaran KIP (Kartu Indonesia Pintar) Kuliah pada Pusat Layanan Pembiayaan Pendidikan, serta memberikan bantuan subsidi upah kepada 1.634.832 PTK PAUD, Pendidikan Dasar dan Penidikan Menengah, 374,836 PTK Pendidikan Tinggi, dan 48.000 pelaku budaya dan seni.
Untuk menyukseskan program PJJ, Kemendikbud telah menyalurkan bantuan kuota data internet selama masa pandemi Covid-19. Hingga sekarang, sudah ada 35,725 juta peserta didik dan tenaga pendidik yang telah menerima bantuan kuota (data internet) yang dikirim setiap bulan langsung ke nomer hand phone masing-masing.
Kebijakan afirmatif menjadi kunci dalam upaya agar pendidikan tetap berjalan seperti yang diharapkan. Di masa pandemi Covid-19, dibutuhkan langkah yang kondusif bagi terciptanya ekosistem pendidikan yang tetap bisa melahirkan sumber daya manusia yang mampu menjawab tantangan zaman.
Adakah upaya yang dilakukan pemerintah? Jawabannya, belum ada terobosan yang dilakukan Menteri Pendidikan Nadiem Makarim untuk mencari solusii dalam mengatasi darurat pendidikan nasional.
Keluhan-keluhan para murid sering kita dengar, seperti Vanesa Ma’dika Tangdiraba misalnya, yang duduk di bangku kelas 2 di salah satu SD di Mamasa, Sulawesi Barat, mengaku mulai rindu dengan suasana belajar di sekolah dan menerima langsung pelajaran dari gurunya di kelas. Ada rasa jenuh yang dirasakannya selama dua bulan belajar di rumah.
“Saya mulai rindu untuk sekolah, ingin mendengar langsung guru mengajar. Selain itu, tidak ada lagi canda tawa dari teman-teman. Padahal, pada hari biasa pasti ada cerita baru dari teman-temanku di sekolah,” ujar Vanesa,
Vanesa Ma’dika Tangdiraba, bisa jadi satu dari ribuan siswa yang merindukan untuk kembali ke sekolah. Sejak virus corona merebak, Vanesa seperti para siswa lainnya, harus diliburkan dan melakukan aktivitas belajar di rumah.
“Semoga COVID-19 ini segera berlalu agar semua aktivitas kembali normal seperti sedia kala, termasuk anak-anak bisa belajar kembali di sekolah,” tandasnya. (berbagai sumber)