Oleh : Jannatu Naflah, Praktisi Pendidikan.
Lebih dari tiga juta kaum Muslim dari seluruh dunia berkumpul di Masjidil Haram untuk melaksanakan ibadah haji. Mereka berasal dari beragam suku bangsa, bahasa, dan warna kulit yang menyatu dalam keharuan dan kekhusyukan di hadapan Allah SWT. Tiada tampak perbedaan, baik strata sosial maupun ekonomi. Semua justru tampak berbalut kain ihram, melantunkan talbiyah, mengagungkan Allah SWT. Sama-sama berharap keridaan Allah SWT semata.
Sungguh, ibadah haji menjadi titik lebur bagi kaum Muslim. Bukti, bahwa tiada satu pun agama dan ideologi yang mampu melebur umat manusia dalam sebuah wadah persatuan, kecuali Islam. Islam telah sukses mengikat jutaan manusia dalam sebuah ikatan mulia, yakni ukhuwah islamiyah hingga belasan abad lamanya, sebagaimana firman Allah SWT dalam Surah Al-Hujarat ayat 10, “Sungguh kaum Mukmin itu bersaudara….”
Ukhuwah islamiyah ini digambarkan dengan begitu indahnya dalam sabda Baginda Nabi Muhammad Saw, “Perumpamaan kaum Mukmin itu dalam hal saling mengasihi, mencintai dan menyayangi bagaikan satu tubuh. Jika ada salah satu anggota tubuh yang sakit maka seluruh tubuhnya akan ikut terjaga dan demam (turut merasakan sakitnya).” (HR al-Bukhari dan Muslim). Oleh karena itu, sungguh ironis andai ada seorang Muslim yang nirempati, tak peduli, dengan derita saudara Muslimnya yang lain.
Bagaimana mungkin dirinya tak merasakan sakit, sedangkan anggota tubuhnya yang lain tengah luka hingga berdarah-darah? Padahal salah satu tanda keimanan masih ada dalam diri seorang hamba, yaitu mencintai saudaranya bagaikan ia mencintai dirinya sendiri, sebagaimana sabda Baginda Nabi Saw, “Tidak sempurna iman salah seorang di antara kalian hingga ia mencintai untuk saudaranya apa yang ia cintai untuk dirinya sendiri.” (HR Muttafaq’alaih).
Alhasil, patutlah menjadi renungan bersama, apakah benar umat Islam saat ini sudah bagaikan satu tubuh dalam ikatan persatuan, ataukah persatuan ini hanyalah semu belaka? Sebab, hari kita menyaksikan bagaimana lebih dari tiga juta kaum Muslim dari segenap penjuru dunia berkumpul di Masjidil Haram menunaikan ibadah yang sama, berharap keridaan Tuhan yang sama. Namun, ketika ibadah haji usai, masihkah tersisa persatuan umat ini?
Sayangnya, hari ini dapat kita lihat bahwa persatuan itu tengah terkikis, tidak semua umat Islam peduli dan mau membantu saudaranya yang tengah ditimpa derita. Ya, lihatlah bagaimana derita saudara-saudara kita di berbagai tempat di dunia dibelenggu derita yang luar biasa.
Di Palestina misalnya, kaum Muslim terus-menerus digempur ancaman genosida Zionis Yahudi. Seluruh mata dunia pun tertuju ke Gaza dan Rafah yang menjadi ladang pembantaian. Jenazah-jenazah para syuhada bergelimpangan. Terkubur di bawah reruntuhan gedung. Tak sedikit jenazah para syuhada yang hancur berkeping-keping. Sungguh sangat memilukan.
Sedihnya, saat kaum Muslim di penjuru dunia yang lain tengah merayakan Iduladha, berkumpul bersama keluarga, dan menyantap hidangan dari hewan kurban. Di Gaza, bencana kelaparan akibat ulah Zionis Yahudi tengah membelenggu warganya. Kabar terbaru, Zionis Yahudi melarang masuknya hewan kurban ke Gaza, membuat ratusan ribu keluarga di Jalur Gaza kehilangan kesempatan untuk merayakan Iduladha dan melaksanakan ritual kurban sebagai bagian dari syariah. (tempo.co, 16/06/2024).
Yang lebih menyedihkan, adalah sikap diam para penguasa negeri Muslim dunia. Hatinya bergeming menyaksikan genosida yang tengah berlangsung di Gaza. Mulutnya berani mengutuk dan mengecam, tetapi tangan-tangannya justru bergenggaman dengan Zionis Yahudi dengan membuka hubungan diplomatik dan ekonomi.
Hari ini dunia menjadi saksi bagaimana penguasa Mesir yang tidak hanya menolak para pengungsi Gaza, tetapi juga menolak membuka pintu gerbang perbatasan agar kaum Muslim dapat memberikan bantuan kepada kaum Muslim di Gaza.
Menyedihkannya lagi, tidak sedikit para penguasa negeri Muslim yang justru melarang aksi bela Palestina dan menangkapi para pesertanya. Padahal sungguh Baginda Nabi Saw telah mengingatkan bagaimana ancaman terhadap pemimpin seperti ini, “Siapa saja yang Allah takdirkan untuk menjadi pemimpin yang mengemban urusan orang banyak, lalu dia menutup diri dari orang yang lemah dan yang membutuhkan, Allah pasti akan menutup diri dari pemimpin tersebut pada Hari Kiamat.” (HR Ahmad).
Sungguh dunia tengah menyaksikan wajah-wajah penuh pencitraan dan pura-pura para penguasa Muslim dunia. Di hadapan rakyatnya, dengan retorika politik penuh kecaman dan kutukan, tetapi enggan menggerakkan bala tentaranya untuk melindungi dan membebaskan kaum Muslim Palestina, serta menghancurkan Zionis Yahudi.
Mereka justru mengharapkan pertolongan pada Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Mereka seolah menutup mata bahwa badan internasional itu berada di bawah ketiak negara-negara Barat, terutama Amerika Serikat yang menjadi pendukung pertama dan utama Zionis Yahudi.
Sejatinya, terkoyaknya kaum Muslim hari ini merupakan akibat konsep negara bangsa (nation-state) dan nasionalisme yang menginfeksi benak-benak kaum Muslim. Inilah yang sukses mengoyak persatuan kaum Muslim dan mengikis habis ukhuwah islamiyah. Sehingga setiap penguasa negeri Muslim tidak peduli dengan urusan negeri Muslim lainnya.
Konsep negara bangsa dan nasionalisme ini telah menjadi penjara imajiner sehingga menghalangi kaum Muslim menolong saudaranya di negeri Muslim yang lain. Membelenggu diri umat sehingga kesulitan untuk menghilangkan derita yang tengah menimpa saudaranya di bagian Bumi lainnya. Bahkan kerap kali akibat nasionalisme sanggup membutakan netra dan nurani umat bahwa saudara seakidah itu adalah bersaudara. Padahal Baginda Nabi Saw telah mengingatkan, “Seorang Muslim itu saudara bagi Muslim lainnya. Ia tidak boleh menzalimi dan tidak menelantarkan saudaranya.” (HR Muslim).
Sungguh nyata, bahwa konsep negara bangsa dan nasionalisme merupakan alat mencerai-beraikan persatuan umat Islam. Oleh karena itu, penting bagi kaum Muslim saat ini untuk mengembalikan persatuan ini, yakni dengan menyadarkan umat bahwa segala persoalan umat baik di Palestina maupun negeri Muslim lainnya hanya dapat dituntaskan jika umat bersatu di bawah satu kepimpinan Islam.
Dalam naungan kepemimpinan Islam, niscaya seorang khalifah akan menjadi perisai yang mampu menjaga dan melindungi seluruh kepentingan umat, sebagaimana sabda Baginda Nabi Saw, “Sungguh Imam adalah perisai; orang-orang berperang di belakang dia dan menjadikan dirinya pelindung.” (HR Muslim).
Khalifah akan menghimpun kekuatan militer kaum Muslim yang memiliki potensi besar di berbagai negeri Muslim. Khalifah akan menggerakan kekuatan militer ini untuk berjihad, membebaskan Palestina dari penjajahan Zionis Yahudi dan para pendukungnya. Dengan cara ini niscaya eksistensi Zionis Yahudi dapat dihapuskan dari atas Bumi Palestina.
Dalam naungan kepemimpinan Islam, niscaya umat Islam akan sanggup memimpin dunia setelah mengakhiri dominasi negara-negara Barat atas dunia dan kaum Muslim. Dunia pun berada dalam naungan tatanan kehidupan yang harmonis dalam pelukan Islam. Wallahualam bissawab. []