JAKARTA. Wakil Ketua MPR Sjarifuddin Hasan mengapresiasi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menegaskan masa jabatan presiden dua periode tidak bisa menjadi calon wakil presiden. MPR akan mengawal putusan MK yang menegaskan tentang masa jabatan presiden dua periode dan tidak bisa maju lagi menjadi calon wakil presiden.
“Sebenarnya (Pasal 7) konstitusi UUD NRI tahun 1945 sudah mengatur tentang masa jabatan presiden bahwa masa jabatan presiden lima tahun dan dapat dipilih kembali untuk satu kali masa jabatan,” kata Sjarifuddin Hasan di sela-sela kegiatan di Surabaya, Jawa Timur, Sabtu (4/2/2023).
Sebelumnya MK mengeluarkan putusan atas permohonan yang diajukan Partai Berkarya Muchdi Pr yang berharap MK membolehkan presiden dua periode dapat maju menjadi calon wakil presiden. Partai Berkarya menguji Pasal 169 huruf n dan Pasal 227 huruf i Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Partai Berkarya juga memandang Pasal 7 UUD NRI Tahun 1945 secara jelas tidak membatasi hak bagi presiden dan wakil presiden terpilih untuk mencalonkan lagi untuk masa jabatan selanjutnya.
Merespon permohonan itu, MK memutuskan menolak untuk seluruhnya. Alasannya, pasal 169 huruf n dan pasal 227 huruf i UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu selaras (tidak bertentangan) dengan Pasal 7 UUD NRI Tahun 1945. “Menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya,” kata Ketua MK Anwar Usmam dalam sidang pada Selasa, 31 Januari 2023. Dengan putusan ini MK meneguhkan Pasal 7 UUD NRI Tahun 1945 tentang masa jabatan presiden dua periode.
Menurut Syarief Hasan, MK telah menegakan konstitusi dengan mengeluarkan amar putusan terhadap permohonan Partai Berkarya yang menginginkan presiden dua periode boleh maju menjadi calon wakil presiden. “Memang sudah seharusnya konstitusi ditegakan,” ujar anggota Majelis Tinggi Partai Demokrat ini.
Dengan putusan MK ini, lanjut Syarief Hasan, masa jabatan presiden hanya sampai lima tahun atau hanya sampai 2024. “MPR akan mengawal putusan MK ini. Kita harus menegakan konstitusi,” tuturnya. Perubahan masa jabatan presiden hanya bisa dilakukan melalui amandemen UUD, sedangkan lembaga yang bisa melakukan amandemen (mengubah) dan menetapkan UUD hanya MPR. Dalam beberapa kesempatan Pimpinan MPR menegaskan tidak ada rencana amandemen UUD pada periode ini.
Syarief Hasan mengingatkan bahwa putusan MK adalah final dan mengikat. Karena itu semua pihak diharapkan untuk mengikuti dan mematuhi putusan MK tersebut. “Pada dasarnya setiap warga negara harus mengikuti konstitusi dan menghargai konstitusi. Itu sudah menjadi kewajiban warga negara,” tegasnya.
Bila ada pihak-pihak yang masih mewacanakan presiden dua periode bisa maju kembali sebagai calon wakil presiden atau wacana masa jabatan presiden tiga periode hendaknya menghentikan wacana tersebut. “Memang wacana itu hak setiap negara, namun sebenarnya pintu untuk melanjutkan wacana tersebut sudah tertutup dengan putusan MK ini,” tambahnya.
Selain soal wacana masa jabatan presiden tiga periode, Syarief Hasan juga mengimbau pihak-pihak yang mewacanakan penundaan pelaksanaan Pemilu 2024 untuk menghentikan wacana itu karena tidak sesuai dengan konstitusi. “Dalam UUD secara eksplisit ditegaskan bahwa Pemilu diselenggarakan setiap lima tahun sekali. Ini harus dilaksanakan secara konsekuen. Kalau tidak dilaksanakan justru melanggar konstitusi,” pungkasnya. (RUL)