BANJARMASIN – Nekat, Mobil yang ditumpangi Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan rombongan dikabarkan terendam air saat menuju lokasi banjir di Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan, Senin (18/1/2021). Mobil berpelat RI 1 yang ditumpangi Presiden Joko Widodo (Jokowi) menerobos banjir yang kini masih melanda kawasan di seluruh Kalimantan Selatan.
Peristiwa Jokowi dan bersama rombongan mobil pejabat sebagaimana sebuah foto yang beredar di kalangan wartawan di Istana, hari ini.
Kepala Sekretariat Presiden Heru Budi Hartono membenarkan soal beredarnya foto tersebut.
Dia mengatakan, foto tersebut merupakan rangkaian perjalanan menuju jembatan Mataraman yang roboh akibat luapan banjir.
Heru mengakui jalan yang dilewati Jokowi terdapat beberapa titik jalan yang banjir atau genangan air setinggi betis orang dewasa.
“Nah ke lokasi tersebut terdapat beberapa titik jalan yang banjir atau tergenang air sebatas betis (orang) dewasa,” kata dia.
Dia pun memastikan, tidak ada kendala yang dialami dalam perjalanan Jokowi dan rombongan menuju Jembatan Mataraman.
“Tidak ada kendala, hanya 200 -250 meter jalan yang tergenang cukup tinggi,” katanya.
Banjir Terbesar di Kalsel
Sebelumnya, Jokowi mengatakan banjir yang melanda di hampir 10 kabupaten dan kota merupakan bencana banjir yang besar yang pernah terjadi 50 tahun lalu dan baru terjadi lagi.
Hal itu dikatakan Jokowi saat meninjau langsung lokasi banjir di Kabupaten Banjar, Kalsel, hari ini.
“Hari ini saya meninjau banjir di provinsi Kalimantan Selatan yang terjadi dihampir 10 kabupaten dan kota. Ini adalah sebuah banjir besar yang mungkin sudah lebih dari 50 tahun tidak terjadi di provinsi Kalimantan Selatan,” ujar Jokowi di lokasi.
Jokowi menyebut banjir terjadi karena intensitas hujan yang tinggi selama 10 hari. Bahkan kata Jokowi, Sungai Barito yang biasanya menampung 230 juta meter kubik meningkat menjadi 2,1 miliar kubik air.
“Curah hujan yang sangat tinggi hampir 10 hari berturut-turut sehingga daya tampung Sungai Barito yang biasanya menampung 230 juta meter kubik, sekarang ini masuk air sebesar 2,1 miliar kubik air. Sehingga memang menguap di 10 kabupaten dan kota,” kata Jokowi.
Ia mengatakan kedatangannya meninjau lokasi terdampak banjir di Banjar, Kalimantan Selatan, karena ingin melihat langsung kerusakan infrastruktur akibat bencana banjir.
“Saya hanya ingin memastikan ke lapangan yang pertama mengenai kerusakan infrastruktur,” kata dia.
Mantan Gubernur DKI Jakarta itu menuturkan beberapa jembatan runtuh akibat banjir.
Kendati demikian, ia sudah memerintahkan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono untuk memperbaikinya dalam waktu tiga sampai 4 hari. Ia tak ingin mobilitas distribusi terganggu karena runtuhnya jembatan.
“Ini juga salah satu jembatan yang runtuh akibat banjir dan tadi saya sudah minta pak Menteri PU (Basuki) agar dalam 3 sampai 4 hari ini bisa diselesaikan. Sehingga mobilitas distribusi barang tidak terganggu,” katanya.
Tak hanya itu, Jokowi juga telah melihat penanganan evakuasi korban banjir tertangani dengan baik.
“Berkaitan dengan evakuasi, saya melihat di lapangan tertangani dengan baik,” ucap dia. (*)
Kunjungan Presiden Joko Widodo ke lokasi banjir di Provinsi Kalimantan Selatan dikritik aktivis Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Kalimantan Selatan karena dinilai tak memberikan solusi atas akar masalah banjir.
Kisworo Dwi Cahyono, Direktur Eksekutif Walhi Kalimantan Selatan menampik soal banjir di Kalimantan Selatan disebabkan karena intensitas hujan, ia mengatakan dengan ketus, “Lebih baik nggak usah ke sini, kasihan rakyat sudah pandemi Covid-19, dihajar banjir lagi. Padahal sudah sering Walhi Kalimantan Selatan ingatkan bahwa Kalimantan Selatan dalam kondisi darurat ruang dan darurat bencana ekologis.”
Kisworo menyoroti pernyataan Jokowi dalam kunjungan itu dan Kisworo menilai Jokowi cenderung menyalahkan intensitas hujan sebagai pemicu banjir, serta lebih memperhatikan kerusakan infrastruktur akibat banjir.
Banjir yang terjadi di Kalimantan Selatan kali ini dalam catatan Walhi menjadi yang terparah sepanjang sejarah di provinsi itu.
Banjir, kata Kisworo, dipicu oleh dampak aktivitas pertambangan dan perkebunan sawit.
Menurut catatan Walhi Kalimantan Selatan, “50 persen (lahan) Kalsel sudah dibebani (alih fungsi) izin tambang 33 persen dan perkebunan kelapa sawit 17 persen, belum termasuk HTI (hutan tanaman industri) dan HPH (hak pengusahaan hutan).”
Merujuk dari situ, Kisworo mengatakan, “Seharusnya Jokowi hadir dan kuat. Salah satunya berani memanggil pemilik perusahaan-perusahaan tambang, Sawit, HTI, HPH. Dan kita dialog terbuka di hadapan rakyat dan organisasi masyarakat sipil.”
Berkurangnya hutan primer dan sekunder yang terjadi dalam rentang 10 tahun terakhir disebut menjadi penyebab terjadinya banjir terbesar di Kalimantan Selatan, menurut tim tanggap darurat bencana di Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional.
Karena itu Wahana Lingkungan Hidup Indonesia mendesak pemerintah untuk mengevaluasi seluruh pemberian izin tambang dan perkebunan sawit di provinsi itu lantaran menjadi pemicu degradasai hutan secara masif.
Sekretaris Daerah Provinsi Kalimantan Selatan menjanjikan bakal melakukan audit secara komprehensif terkait penggunaan lahan di sana agar bencana serupa tidak terulang. Semoga. (*)