MENGAMBIL HIKMAH DARI BATU DAN AIR
Saudaraku,
Perhatikanlah batu, setiap ia disatukan, senantiasa berbenturan dan saling menyingkirkan. Berbeda dengan air, ketika ia disatukan, ia menyatu menjadi senyawa yang saling mengisi…
Apa yang membedakan antara batu dan air? Batu mempunyai “kepadatan” atau densitas yang jauh lebih tinggi dari air. Itulah sebabnya bentuknya padat dan tidak “cair” seperti air…
Demikian halnya manusia. Kebanyakan orang pintar (“berisi”) akan cenderung selalu mau berdebat, berbantahan, bahkan berkelahi ketika berkumpul, terutama karena kepalanya dibuat “membatu” oleh “kepintarannya”.
Berbeda dengan orang yang bijaksana, ia akan “selentur air” ketika berkumpul. Ia akan menyatu, berpelukan seperti air sesuai “wadah kebijaksanaan”. Dia mampu meregangkan “kepadatannya” mengikuti situasi dan kondisi di manapun dia berada.
Pada situasi yang panas dia akan “menguap” menjadi uap air, pada keadaan dingin dia pun bisa turun menjadi embun penyejuk di pagi hari dan pada keadaan dingin yang ekstrim dia mampu “membatu” menjadi es dan bertahan dalam kondisi tersebut hingga suhu kembali normal, dia kembali ke wujudnya yang semula. Itulah “bijaksana”.
Saudaraku,
Aristoteles mengatakan: _”Knowing yourself is the beginning of all wisdom.”_
Oleh karenanya mari instropeksi diri kita, seberapa “cair” kah diri kita? Seberapa bijaksanakah kita. Semakin bijaksana seseorang semakin dia tahu bahwa dia tidak tahu apa-apa…
Saudaraku,
Al-Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata:
من وَطَّنَ قلبَه عند ربه سكن واستراح، ومن أرسله في الناس اضطرب واشتد به القلق
“Barangsiapa memfokuskan hatinya kepada Rabbnya maka ia akan tenang dan nyaman. Dan barangsiapa melepaskan hatinya kepada manusia maka ia akan goncang dan sangat gelisah.”
Saudaraku,
Orang yang baik memberi kita kebahagiaan.
Orang yang buruk memberi kita pengalaman.
Orang yang jahat memberi kita pelajaran…
Setiap orang yang hadir dalam kisah kehidupan kita, bukanlah suatu kebetulan. Mereka memang dihadirkan oleh Allah Azza wa Jalla untuk senantiasa memberi ujian, hikmah dan pelajaran dalam perjalanan hidup kita…
Teruslah istiqamah untuk belajar memetik hikmah dan beramal shaleh dengan senantiasa _beramar ma’ruf nahi munkar_
لا ترج فعل الصالحات الى غد لعل غدا ياءتي وانت في اللهدي
Janganlah engkau menunda-nunda untuk segera beramal shaleh sampai besok. Mungkin besok masih ada, tapi engkau sudah tidak ada…
Saudaraku,
Ibnul Jauzî rahimahullah mengatakan,
اعْلَمْ أَنَّ البَابَ الأَعْظمَ الَّذِي يَدخُلُ مِنهُ إبلِيسُ عَلى النَّاسِ هُو الجَهلُ.
“Ketahuilah bahwa pintu utama yang di mana Iblis masuk darinya kepada manusia adalah kebodohan.”
(Talbîs Iblîs, hlm.121)
Kebodohan pada manusia akan menjadi pintu utama iblis masuk untuk membisikkan kesesatan, sehingga menimbulkan pemikiran dan perilaku yang bodoh. Maka banyak kita dapati penyimpangan, keculasan, kecurangan, kesewenang-wenangan, dan kedzaliman yang seringkali dilakukan manusia yang sedang memegang amanah atas kekuasaan karena kebodohannya, sudah termakan oleh bisikan iblis…
Ibnul Wazîr rahimahullah mengatakan,
“الجَاهِلُ لاَ يَعلَمُ رُتْبَةَ نَفْسِه ، فَكَيْفَ يَعْرِفُ رُتْبَةَ غَيْرِهِ.”
“Orang yang jahil (bodoh) tidaklah mengetahui kadar dirinya, maka bagaimana (mungkin) dia bisa mengetahui kadar lainnya?!”
(Al-‘Awâshim wal Qowâsim, 4/244).
Orang yang bodoh tidak akan menyadari perilaku kebodohonnya, karena tidak mengetahui kadar kebodohannya. Sehingga lebih mengedepankan emosi (hasil bisikan iblis) daripada intelegensi. Berbeda dengan orang yang ‘alim yang lebih mengedepankan intelegensi daripada emosi…
Ibnul Mu’taz rahimahullah mengatakan:
العَالِمُ يَعْرِفُ الجَاهِلَ، لِأَنَّهُ كَانَ جَاهِلاً، والجَاهِلُ لاَ يَعْرِفُ العَالِمَ، لِأَنَّهُ لَمْ يَكُن عَالِمًا.
“Seorang ‘alim mengetahui (kadar) orang jahil (bodoh), karena dia dulunya adalah orang jahil. Dan orang jahil tidaklah tahu (kadar) orang ‘alim, karena dia tidaklah pernah menjadi orang ‘alim.”
(Adabud Dunyâ wad Dien, 1/37).
Saudaraku,
Marilah kita tinggalkan dan hentikan perilaku bodoh, sehingga tidak mudah terpengaruh oleh bisikan iblis. Dapatkanlah ilmu dengan menuntut ilmu dan mengikuti majelis-majelis ta’lim. Karena sesungguhnya Allah Azza wa Jalla akan memberikan kemudahan jalan menuju surga-Nya…
Rasulullah ﷺ bersabda :
َمَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فيه عِلْمًا سَهَّلَ الله له بِهِ طَرِيقًا إلى الْجَنَّةِ
“Barangsiapa yang menempuh satu jalan untuk mendapatkan ilmu, maka Allah memudahkan baginya jalan menuju jannah.”
(HR. Muslim, 2699)
Semoga Allah Azza wa Jalla mengaruniakan hidayah-Nya kepada kita, sehingga kita tetap istiqamah senantiasa menjauhi kebodohan dan perilaku bodoh untuk meraih ridha-Nya…
اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَعُوْذُ بِكَ أَنْ أَضِلَّ، أَوْ أُضَلَّ، أَوْ أَزِلَّ، أَوْ أُزَلَّ، أَوْ أَظْلِمَ، أَوْ أُظْلَمَ، أَوْ أَجْهَلَ، أَوْ يُجْهَلَ عَلَيَّ
“Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu agar aku tidak sesat atau disesatkan (setan atau orang yang berwatak setan), agar tidak berbuat kesalahan atau disalahi, agar tidak menganiaya atau dianiaya (orang), dan agar tidak berbuat bodoh atau dibodohi.”
(HR. Abu Daud No. 5094, HR. Tirmidzi No. 3427, HR. An Nasai No. 5501, dan HR. Ibnu Majah No. 3884. Lihat Shahih Tirmidzi 3/152 dan Shahih Ibnu Majah 2/336).
Aamiin Ya Rabb.
_Wallahua’lam bishawab_