TP3 menuntut Komnas HAM untuk memulai “Penyelidikan” kasus pembunuhan sesuai perintah UU Nomor 26 Tahun 2000 yang sebenarnya belum pernah dilakukan. Hasil temuan TP3 menyimpulkan bahwa pembunuhan yang terjadi bukan perkara pidana biasa, namun merupakan pelanggaran HAM berat, sehingga harus dibuktikan secara adil dan transparan melalui Pengadilan HAM
JAKARTA. Pada Kamis, 27 Mei 2021 yang lalu TP3 telah mengajukan permohonan audensi kepada Presiden untuk menyampaikan temuan dan hasil kajian atas pembunuhan enam pengawal HRS. “Namun hingga saat ini TP3 belum juga mendapat jawaban apakah permohonan audiensi diterima atau ditolak,” kata Marwan Batubara, anggotan TP3 dalam keterangan tertulisnya kepada media, Selasa, 08 Juni 2021.
Surat permohonan audiensi, imbuhnya, merujuk pada hasil audiensi TP3 dengan Presiden Jokowi pada tanggal 9 Maret 2021 di Istana Merdeka. Pada kesempatan tersebut, Presiden Jokowi telah menyatakan kesiapan Pemerintah untuk menuntaskan kasus pembunuhan enam pengawal HRS secara adil, transparan dan dapat diterima rakyat.
Selain itu, TP3 juga mengingatkan bahwa pada audiensi 9 Maret 2021 tersebut, Presiden Jokowi telah menyatakan sikap keterbukaan dan kesediaan menerima temuan dan masukan dari TP3, jika terdapat bukti-bukti lain, selain yang telah dilaporkan Komnas HAM.
Pada prinsipnya TP3 telah memperoleh hasil kajian dan temuan TP3 yang memberi petunjuk kuat bahwa pembunuhan terhadap enam Warga Negara Indonesia di KM 50 Tol Cikampek telah dilakukan seacara sistematis oleh aparat negara. Karena itu, TP3 menuntut kasus ini dapat segera diselesaikan secara adil dan transparan sesuai dengan janji dan komitmen Presiden Jokowi.
Sejalan dengan hal di atas, tegas Marwan, TP3 menuntut Komnas HAM untuk memulai “Penyelidikan” kasus pembunuhan sesuai perintah UU Nomor 26 Tahun 2000 yang sebenarnya belum pernah dilakukan. Hasil temuan TP3 menyimpulkan bahwa pembunuhan yang terjadi bukan perkara pidana biasa, namun merupakan pelanggaran HAM berat, sehingga harus dibuktikan secara adil dan transparan melalui Pengadilan HAM.
“Publik perlu memahami permohonan audiensi sesuai surat 27 Mei 2021 merupakan langkah lanjutan yang diambil guna memenuhi komitmen dan kesediaan Presiden Jokowi menerima TP3 jika memiliki masukan dan temuan baru. Jika audiensi akhirnya gagal terlaksana, maka hal tersebut bukan disebabkan karena TP3 tidak memiliki temuan dan masukan sebagaimana dijanjikan. TP3 bahkan memiliki berbagai temuan dan masukan yang isinya jauh berbeda dengan laporan Komnas HAM yang ternyata hanya merupakan hasil pemantauan, bukan hasil penyelidikan,” katanya.
Terlepas apakah audiensi akan terlaksana atau tidak, lanjut Marwan, TP3 akan terus berjuang untuk memberi pemahaman dan kesadaran kepada publik dan instansi yang kompeten, baik dalam maupun luar negeri, bahwa apa yang dilakukan oleh aparat negara terhadap enam laskar pengawal HRS adalah benar-benar suatu pelanggaran HAM berat ( crime against humanity ).
“Demikianlah Siaran Pers ini kami sampaikan demi Tegaknya Hukum dan keadilan bagi sesama anak bangsa di bumi NKRI. Semoga Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa melindungi segenap tumpah darah dan tanah air Indonesia, termasuk anak-anak bangsa yang sedang berupaya menuntut Tegaknya Hukum dan Keadilan bagi enam orang pengawal HRS,” tutupnya. (RUL)