JAKARTA. Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) melakukan sosialisasi pengukuran Indeks Pengelolaan Keuangan Daerah (IPKD) di wilayah regional Sumatera, Kamis, 12 Agustus 2021. Sosialisasi yang dilaksanakan secara virtual tersebut dihelat sebagai upaya menyamakan persepsi tentang kebijakan pengukuran IPKD dengan pemerintah provinsi, kabupaten, dan kota.
Selain itu, juga sebagai peningkatan kapasitas sumber daya manusia (SDM) pemerintah daerah dalam mengelola keuangan daerah secara tertib, taat pada ketentuan peraturan perundang-undangan, efektif, efisien, transparan, dan akuntabel.
Pada acara tersebut, hadir Kepala Badan Litbang Kemendagri, Agus Fatoni yang bertindak sebagai pembicara kunci. Selain itu, hadir pula sebagai narasumber Kepala Pusat Litbang Pembangunan dan Keuangan Daerah, Sumule Tumbo, dan Tenaga Ahli Teknologi Informasi Pusdatin Kemendagri, Herman Afandi. Acara tersebut diikuti Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah, Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah, Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah, Dinas Komunikasi dan Informatika Provinsi dan Kabupaten/Kota Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Kepulauan Riau, dan Riau.
Dalam paparannya, Fatoni menyampaikan, kebijakan IPKD dibangun sebagai salah satu langkah Kemendagri dalam menjalankan fungsi pembinaan dan pengawasan keuangan daerah. Melalui indeks tersebut, daerah diharapkan dapat meningkatkan kualitas tata kelola keuangannya menjadi lebih baik.
Hal itu, lanjut Fatoni, sejalan dengan amanat Pasal 283 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, di mana pengelolaan keuangan daerah dilakukan secara tertib, taat pada ketentuan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab. Selain itu, dalam regulasi lainnya, pada Pemerintah Nomor 12 Tahun 2017 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, Menteri Dalam Negeri sebagai koordinator pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan daerah. “Termasuk di antaranya di bidang keuangan daerah,” ujar Fatoni secara virtual.
Fatoni menambahkan, selama ini berbagai permasalahan tata kelola keuangan sering kali dijumpai di daerah. Seperti halnya dana APBD yang kerap disalahgunakan, hibah dan bansos yang belum sepenuhnya tepat sasaran, masalah pengadaan barang dan jasa, serta rendahnya kualitas pelayanan publik. Selain itu, kerap kali masih ditemukan oknum pejabat dan aparat daerah yang belum terbebas dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme. Karena itu, lanjut Fatoni, daerah perlu mengimplementasikan pengukuran IPKD di daerahnya. “Untuk menilai kualitas kinerja tata kelola keuangan daerah, perlu dilakukan pengukuran IPKD,” tambahnya.
Fatoni melanjutkan, melalui pengukuran IPKD nantinya akan dipilih satu daerah provinsi berpredikat terbaik berdasarkan kemampuan keuangan daerah tinggi, sedang, dan rendah. Selain itu, juga akan ditentukan satu daerah kabupaten dan kota dengan kategori yang sama. Daerah dengan predikat terbaik berdasarkan kategori tersebut, imbuhnya, dapat diberikan penghargaan dan sebagai dasar pemberian insentif sesuai ketentuan perundang-undangan, yang akan diberikan oleh Menteri Dalam Negeri.
Menurut Fatoni, dalam pengukuran IPKD nantinya juga ditetapkan satu daerah provinsi yang berpredikat terburuk untuk masing-masing kategori kemampuan keuangan tinggi, sedang, dan rendah. Selain itu, peringkat yang sama juga akan diberikan kepada satu daerah kabupaten dan kota dengan kategori kemampuan keuangan daerah tinggi, sedang, dan rendah. “Daerah dengan capaian peringkat terburuk pada masing-masing klaster kemampuan keuangan daerah tersebut, akan dibina secara khusus oleh Kemendagri,” jelas Fatoni.
Dalam kesempatan tersebut, Fatoni meminta para gubernur sebagai wakil pemerintah pusat di daerah supaya berperan aktif menyukseskan pelaksanaan pengukuran IPKD kabupaten/kota di wilayahnya masing-masing. Selain itu, gubernur juga melaporkan hasil pengukuran IPKD tersebut kepada Menteri Dalam Negeri melalui Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Dalam Negeri.
Sementara itu, dalam kesempatan yang sama Kepala Pusat Litbang Pembangunan dan Keuangan Daerah Badan Litbang Kementerian Dalam Negeri, Sumule Tumbo menuturkan secara teknis pengukuran IPKD dilakukan dengan menjumlah seluruh hasil perkalian masing-masing bobot dimensi dan indeks dimensi. Untuk hasil dengan peringkat baik akan memperoleh nilai A. Sedangkan peringkat yang memerlukan perbaikan mendapatkan nilai B. Sementara peringkat sangat perlu perbaikan memperoleh nilai C. “Pengelompokan hasil pengukuran IPKD berdasarkan kemampuan keuangan daerah tinggi, sedang, dan rendah,” terang Sumule.
Untuk itu, Sumule meminta agar seluruh pemerintah daerah segera menginput dokumen perencanaan, penganggaran, pelaksanaan dan pertanggungjawaban keuangan daerah serta opini BPK atas LKPD selama 3 (tiga) tahun terakhir berturut-turut ke dalam sistem pengukuran IPKD. “Dokumen tersebut dapat disampaikan ke laman http://ipkd-bpp.kemendagri.go.id,” tegasnya. (RUL)