JAKARTA. Anggota Komisi VIII DPR RI Rudi Hartono Bangun mendesak Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) mengaudit utang Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) yang nilainya mencapai Rp1,45 triliun pada vendor atau pihak ketiga.
“Masalah utang BNPB pada pihak vendor atau pihak ketiga itu, sesungguhnya untuk jenis pekerjaan apa sampai Rp1,45 triliun? Dan pihak ketiga itu siapa? Harus jelas pihak ketiganya siapa,” kata Rudi menanggapi persoalan utang BNPB yang mengemukan pada Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi VIII DPR RI dengan Kepala BNPB, di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (26/8/2021).
Dalam keterangan tertulis, Jumat (27/8/2021), politisi dari Fraksi Nasional Demokrat (NasDem) itu meminta kejelasan utang ini perlu dikemukakan secara terbuka ke publik sebab untuk membayar utang Rp1,45 triliun itu adalah uang rakyat Indonesia.
“Kalau hanya cuma menyiram air dengan heli (untuk pemadaman karhutla), kenapa bisa biayanya membengkak sampai Rp1 triliun? Coba tanyakan sama Industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN), berapa sih harga heli 1 unit? Kalau dengan uang Rp1,5 triliun saya taksir bisa beli 30 unit heli,” kritisi Rudi.
Terkait utang ini, Rudi menilai Kepala BNPB yang lama juga harus bertanggungjawab, dalam hal prosedur tender dan lelang pekerjaan tersebut, sehingga BNPB belum bisa membayar. Ia menduga seperti ada permainan dalam pekerjaan penanganan karhutla. Diduga ada mark up sehingga nilai pekerjaannya bisa melesat Rp1,45 triliun.
Rudi meminta BPK dan BPKP harus teliti mengaudit pekerjaan penyiraman air dengan heli untuk penanganan karhutla tersebut, termasuk lokasi dan titiknya harus jelas. Pasalnya bisa saja fiktif dan gambarmya yang itu itu saja buat laporan untuk penagihan pekerjaan ini, sehingga jumlahnya mencapai Rp1,5 triliun.
“Jika hal-hal semacam ini setiap lembaga melakukan, saya melihat uang APBN akan banyak yang bocor dan tidak ada manfaat yang dirasakan rakyat,” pungkas wakil rakyat dari daerah pemilihan Sumatra Utara III ini.
Merespons kritik ihwal utang, Kepala BNPB Ganip mengaku awalnya bingung karena utang tersebut sudah ditemukan ketika dirinya baru memimpin BNPB. Ia menjelaskan, utang itu berasal dari pembiayaan penanggulangan bencana yang belum sempat dialokasikan oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Namun, Ganip menegaskan, utang tersebut sudah lunas seluruhnya melalui sejumlah proses.
“Saya sendiri masuk ke BNPB bingung dengan utang-utang itu. Kenapa ini bisa terjadi hal seperti ini. Perlu saya jelaskan bahwa kegiatan yang terutang itu ternyata malah kegiatan penanggulangan bencana yang sudah dikerjakan dan belum sempat dialokasikan, oleh Kementerian Keuangan, berupa DSP (Dana Siap Pakai), dan ini belum ada atau belum masuk di dipa BNPB tahun 2020,” jelas Ganip. (RUL)