JAKARTA. Penembakan terhadap dua warga sipil yang menewaskan satu orang oleh oknum Polisi Lalulintas PJR Polda Metro Jaya, dinilai arogansi, ceroboh dan main hakim jalanan. Kedua korban juga bukan melakukan aksi yang mengancam keamanan dan ketertiban masyarakat (Kamtibmas) secara luas hingga tidak perlu mendapat tindakan tegas dengan menggunakan senjata api aparat. Kenapa tidak ada peringatan jika dianggap membahayakan.
“Pertama, sangat memprihatinkan arogansi oknum polantas koboi bersenjata kepada warga sipil yang hanya berdasarkan laporan main tembak. Oknum perwira Polantas itu terlalu sembrono umbar tembakan gegara intervensi orang lain tanpa kontrol fakta yang ada. Untuk itu Kompolnas dan Propam Polri Presisi memproses pelaku tersebut,” kata Ketua Presidium Indonesia Cinta Kamtibmas (ICK), Gardi Gazarin, SH, dalam siaran persnya di Jakarta, Kamis (2/12).
Kedua kata Gardi Gazarin, ICK menilai oknum polisi lalu lintas yang bertugas di PJR itu ceroboh hanya berdasarkan laporan bahkan intervensi tanpa melakukan penyelidikan atas laporan tersebut bertindak sendiri tanpa berkoordinasi dengan pimpinan.
Pelapor diduga pejabat sebagai pihak yang awal minta tolong oknum polantas itu hendaknya diperiksa apakah benar minta perlindungan karena bersama seorang perempuan dibuntuti kedua korban.
“Setiap anggota polisi boleh menggunakan senjata api, tapi pada situasi dan kondisi terukur sesuai prosedur Polri. Agak ganjil saja, anggota PJR melakukan aksi penembakan seperti itu. Tapi kalau tadi yang melakukan anggota Reskrim dapat dipahami.
Anggota itu punya atasan, tidak bisa bertindak sendiri. Apalagi di institusi Polri tidak bisa anggota semena-mena melakukan tindakan sendiri apalagi sampai menghilangkan nyawa orang yang belum diketahui jelas perkara yang dilakukan seseorang,” kata Gardi Gazarin.
Ketiga kata Ketua ICK, soal tindakan main hakim sendiri tanpa melakukan prosedur tetap (Protap) yang dimiliki Polri merupakan tindakan arogansi dan ceroboh yang tidak dapat dibiarkan.
“Akibat arogansi dan kecerobohan itu, oknum Polisi PJR mempertontonkan main hakim jalanan. Ini perlu tindakan dari pimpinan yaitu Kapolda Metro Jaya, agar ke depan tidak lagi ada oknum polisi semena-mena mengumbar tembakan main hakim dan peradilan jalanan,” ujar Gardi.
Tindakan arogan sepihak menaruh curiga kepada kedua warga sipil yang diketahui seorang korban disebut oknum wartawan hanya berdasarkan laporan, Gardi Gazarin meminta Polda Metro Jaya tidak hanya memeriksa korban yang masih dirawat dan oknum pelaku penembakan tetapi juga memeriksa sosok orang penting pemberi informasi kepada pelaku penembakan.
“Agar proses penyelidikan adil, polisi harus mengamankan dan memeriksa pelapor, dan membuka informasi peristiwa ini secara terang benderang kepada khalayak. Agar secara luas publik tahu penyebab dan kronologis si pemberi informasi atau pelapor yang meminta pengamanan kepada oknum polisi yang menembak kedua korban. Ini sangat penting, kenapa langsung melakukan penembakan brutal apakah keduanya berbahaya, membawa senjata api, atau menganggu Kamtibmas di seputar TKP (tempat kejadian perkara)?,” ungkap Gardi
Sebelumnya, Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Endra Zulpan mengungkapkan peristiwa penembakan terhadap korban PP dan MA, pada Jumat (26/11/2021), dilakukan oleh OS berpangkat Ipda bertugas di Satuan PJR Jaya 4, Exit Tol Bintaro, Jakarta Selatan.
Berawal laporan seseorang kepada Ipda OS meminta pengamanan karena merasa terancam karena dibuntuti korban yang salah satunya mengaku berprofesi sebagai wartawan. “Kalau korbannya ini ada yang wartawan begitu ya, mengakunya ya,” kata Zulpan di Polda Metro Jaya, Selasa (30/11).
Sedangkan Dirkrimum Polda Metro Jaya, Kombes Pol Tubagus Ade Hidayat mengatakan Ipda OS berniat membantu seorang warga yang merasa terancam karena dibuntuti.
“Berdasarkan hasil pemeriksaan saksi, peristiwa itu dilatarbelakangi adanya laporan masyarakat yang merasa terancam. Orang itu diikuti dari mulai satu hotel di wilayah Sentul, kemudian diikuti beberapa unit mobil,” ujar Tubagus Ade Hidayat.
Karena dirinya merasa terancam, orang tersebut kemudian melapor secara lisan kepada Ipda OS. Karena Ipda OS bertugas di Satuan PJR Jaya 4, maka ia mengarahkan warga sipil itu untuk ke lokasi di depan kantor PJR. “Anggota ini berdinas di sana, diarahkan ke sana, maksudnya supaya aman,” paparnya. (BUS)