Saudaraku,
Belajarlah menerima rangkaian takdir yang menimpa diri kita. Terkadang kita sulit menerima takdir yang menimpa diri kita, apalagi jika takdir itu berupa kesulitan atau kegagalan… sesuatu yang tidak kita harapkan terjadi pada diri kita… sesuatu yang menurut pemahaman kita tidak baik buat kita. Pada saat itu, seringnya kita lupa bahwa Allah Azza wa Jalla adalah Sang Pencipta takdir… Sang Pencipta kita… Pastilah lebih tahu apa yang terbaik buat ciptaan-Nya. Kita lupa, Allah Azza wa Jalla telah berjanji bahwa tidak akan membebankan ujian kepada seseorang kecuali sesuai dengan kemampuannya… _Laa yukalifuLLahu nafsan ‘illa wus’aha…_
Perjalanan kehidupan manusia tidaklah selalu sesuai diharapkan, terkadang seorang manusia harus melewati jalan terjal setelah beberapa waktu menikmati jalan yang landai. Hari-harinya pun terkadang gembira, namun sewaktu-waktu ia dihampiri rasa sedih, duka dan nestapa, inilah tabiat kehidupan. Tak ada yang dapat mengelak dari kenyataan ini, Allah Azza wa Jalla berfirman,
لَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ فِي كَبَدٍ
“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia berada dalam susah payah.”
(QS. Al-Balad: 4)
Di antara kesedihan yang banyak menimpa manusia adalah kondisi di mana seseorang mendapatkan sesuatu yang tidak diharapkannya. Banyak orang yang berusaha keras menggapai sesuatu yang kelihatannya baik, ia mati-matian mendapatkannya dan mengorbankan apapun yang ia miliki demi terwujudnya impian itu. Tetapi tanpa disadari hal itu tidak sesuai dengan apa yang diharapkan. Ketika hal seperti ini terjadi, tak sedikit orang yang menyalahkan pihak lain, bahkan Allah Azza wa Jalla, Rabb yang mengetahui apa yang terbaik bagi hamba-hamba-Nya pun tak luput untuk disalahkan. Orang-orang seperti ini, hendaknya mengingat sebuah firman Allah Azza wa Jalla,
وَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ وَعَسَى أَنْ تُحِبُّوا شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَكُمْ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
“Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.”
(QS. Al-Baqarah: 216)
Ayat ini merupakan kaidah yang agung, kaidah yang memiliki hubungan erat dengan salah satu prinsip keimanan, yaitu iman kepada qadha dan qadar…
Inti dari semua ini adalah sebagaimana yang dinyatakan oleh seorang penyair,
عَلَى الْمَرْءِ أَنْ يَسْعَى إِلَى الْخَيْرِ جُهْدَهُ
وَلَيْسَ عَلَيْهِ أَنْ تَتِمَّ الْمَقَاصِدُ
“Seseorang seharusnya berusaha sekuat tenaganya mendapatkan kebaikan. Tetapi, ia tidak akan bisa menetapkan keberhasilannya.”
Segala sesuatu yang terjadi pada seorang Mukmin dan hal tersebut tidak sesuai dari apa yang diharapkannya adalah salah satu bentuk kasih sayang-Nya. Ujian itu hadir dengan tujuan menuntut mereka menuju kesempurnaan diri dan kesempurnaan kenikmatan-Nya. Jangan buru-buru mencela musibah yang Allah Azza wa Jalla berikan, yakinlah ketetapan Allah Azza wa Jalla adalah yang terbaik. Allah Azza wa Jalla juga berfirman,
فَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَيَجْعَلَ اللَّهُ فِيهِ خَيْرًا كَثِيرًا
“Mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.”
(QS. An-Nisa’: 19)
Saudaraku,
Belajarlah menerima rangkaian takdir yang menimpa diri kita. Takdir merupakan pertemuan antara ikhtiar atau usaha manusia dengan kehendak Allah Azza wa Jalla. Hidup merupakan rangkaian usaha demi usaha, sambungan ikhtiar demi ikhtiar. Namun ujung dari usaha dan puncak ikhtiar tidak selalu berhubungan langsung dengan kesuksesan dan keberhasilan. Ada simpul lain yang menghubungkan dengan keberhasilan, yaitu kehendak Allah Azza wa Jalla. Simpul yang tidak diketahui oleh manusia, yang gelap bagi kita semua, dan tiada seorang pun yang dapat mengetahuinya (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok…
Pada setiap usaha yang kita lakukan, kita harus melakukan segala sesuatu dengan baik, profesional, tertib, dan penuh semangat. Pada wilayah yang gelap, usaha kita adalah: berdoa, berharap, dan bertawakal kepada Allah Azza wa Jalla. Dalam setiap ikhtiar yang kita usahakan, harus kita tutup kalkulasi optimisme dengan kata ’semoga’ atau ’mudah-mudahan.’
Belajarlah menerima rangkaian takdir yang menimpa diri kita. Bagi seorang Mukmin, kata ’semoga’ atau ’mudah-mudahan’ bukan hanya masalah kebergantungan, tapi juga merupakan buah dari pemahamannya terhadap prinsip aqidah Islam… tempat menyandarkan seluruh pengharapan kita. Dari sinilah tumbuh energi tawakal, kepasrahan yang tidak berakhir dengan putus asa, namun pengharapan atas kehendak Allah Azza wa Jalla yang baik atas dirinya dengan senantiasa memilih jalan yang layak, menata segala upayanya, lalu memohon kesuksesan kepada Allah Azza wa Jalla…
Kata ’semoga’ atau ’mudah-mudahan’ membuat kita menjadi lebih bijak menyikapi takdir yang menimpa diri kita. Kita akan lebih bisa memaknai setiap takdir yang menimpa kita dengan meyakini di balik semua ini, pasti ada hikmahnya. Tidak larut dalam penyesalan yang mendalam… tidak larut dalam perasaan bersalah atas setiap keputusan yang diambilnya… tidak larut menyalahkan takdir, di balik semua ini pasti ada hikmahnya…
Saudaraku,
Belajarlah menerima rangkaian takdir yang menimpa diri kita. Yakinlah bahwa setiap takdir Allah Azza wa Jalla untuk kita selalu baik, apapun bentuk takdir itu. Takdir yang baik, tentu baik untuk kita. Takdir yang nampak tidak menguntungkan buat kita, ternyata ada kebaikan yang Allah Azza wa Jalla ’paksakan’ untuk kita yang tidak kita sadari saat itu. Yakinlah bahwa Allah Azza wa Jalla mengetahui pilihan yang terbaik untuk kita…
Saudaraku,
Belajarlah menerima rangkaian takdir yang menimpa diri kita. Boleh jadi, rangkaian takdir yang menimpa diri kita merupakan tangga untuk mencapai derajat yang lebih tinggi di sisi Allah Azza wa Jalla. Allah Azza wa Jalla akan senantiasa menguji semua hamba-Nya hingga terlihat siapa yang paling berhak mendapatkan tempat yang terbaik di sisi-Nya. Ujian diberikan untuk memilih yang terbaik untuk mendapatkan tempat yang terbaik. Perlu stamina yang kuat dan persiapan yang baik untuk dapat menyelesaikan segala bentuk ujian…
Saudaraku,
Belajarlah menerima rangkaian takdir yang menimpa diri kita. Boleh jadi, takdir yang menimpa diri kita adalah buah dari pohon-pohon dosa kita. Dosa-dosa kecil yang kita abaikan dari memohon ampunan-Nya yang kita semai dan kita tumbuh suburkan akan menghasilkan buah yang akan kita petik hasilnya…
Jika musibah datang beruntun, kegagalan terus menghantui kita, sudah saatnya kita bercermin dan mengoreksi diri. Kotoran atau coreng-moreng apa yang telah menodai perjalanan hidup kita? Dosa apa yang telah kita lakukan sehingga menghalangi kita mencapai kesuksesan? Setelah itu hapuslah kotoran dan coreng-moreng itu dengan taubat dan istighfar…
Di antara rahmat dan kasih sayang Allah Azza wa Jalla kepada Mukmin adalah dikuranginya dosa mereka di dunia. Musibah, bencana, dan kegagalan yang menimpa, bagaikan air yang menyiram dan memadamkan api dosa. Hingga bisa jadi orang yang dosanya banyak, setelah diuji dengan musibah dia tetap beriman, ia akan menghadap Allah Azza wa Jalla kelak dengan beban dosa yang ringan atau tanpa dosa. Sehingga selipkanlah rasa syukur dan tumbuhkan kesabaran atas setiap rangkaian takdir yang menimpa diri kita, terutama yang berupa musibah. Semoga musibah itu adalah cara Allah Azza wa Jalla untuk meringankan dosa kita yang sudah menumpuk dalam catatan amal hidup kita selama hidup…
Belajarlah menerima rangkaian takdir yang menimpa diri kita dengan bersabar dan bersyukur. Boleh jadi, takdir yang menimpa diri kita merupakan lampu kuning pengingat, agar kita lebih banyak bercermin diri bermuhasabah. Mungkin sebelum musibah menimpa kita, kita sedang lupa dengan cermin tempat hati mengoreksi diri. Apakah ada goresan-goresan atau titik-titik yang mengotori hati kita. Musibah, kegagalan, kesulitan hidup bisa menjadi pengingat bahwa kita harus banyak bercermin diri, mengoreksi diri bahwa dosa kita sudah cukup mengkhawatirkan sehingga Allah Azza wa Jalla memberi peringatan dan teguran kepada kita. Sebelum Allah Azza wa Jalla melanjutkan dengan siksa dan azab-Nya, segeralah bertaubat…
Saudaraku,
Belajarlah menerima rangkaian takdir yang menimpa diri kita. Sebelum kita jauh melangkah, sebelum kita menentukan pilihan, mohonlah petunjuk kepada-Nya seraya berdoa,
Ya Allah, kami mohon pilihan-Mu menurut pengetahuan-Mu
dan kami mohon dengan kekuasaan-Mu, dan kami mohon karunia-Mu yang Agung…
Engkau Yang Maha Mengetahui segala hal yang ghaib dan aku tidak mengetahui…
Ya Allah, apabila Engkau mengetahui bahwa urusanku ini baik bagi kami, di dalam agama kami dan hidup kami, serta baik akibatnya bagi kami (di masa sekarang atau masa yang akan datang), maka kuasakanlah dan mudahkanlah urusan ini untuk kami, kemudian berkahilah untuk kami, tentukanlah yang baik untuk kami di manapun kami berada, kemudian ridhailah kami dengan kebaikan itu…
Semoga Allah Azza wa Jalla mengaruniakan hidayah-Nya kepada kita, sehingga kita tetap istiqamah senantiasa bersabar dan bersyukur atas rangkaian takdir yang telah ditetapkan Allah Azza wa Jalla untuk meraih ridha-Nya…
Aamiin Ya Rabb.
_Wallahua’lam bishawab_