Oleh : Afriadi Sanusi, Ph.D (Aktivis Good Governance Dan Anti Korupsi)
Cara terbaik mengajar anak kecil supaya kapok adalah dengan cara membiarkannya belajar dari pengalaman.
Jika melihat mereka jatuh, luka, kesakitan, menderita katakan saja rosei ge, rasain.. padan muka dalam bahasa Malaysianya.
Ali bin Abi Talib pernah berkata, jangan menasihati orang bodoh karena mereka akan membencimu.
Imam Syafi’i juga mengatakan bahwa ilmuan akan kalah jika berdebat dengan orang yang bodoh.
Kata Pak Natsir, kita kalah karena kita terlalu baik melawan dengan orang-orang yang jahat.
Sayyidina Ali juga mengatakan kebaikan yang tidak terancang dapat dikalahkan oleh kejahatan yang terancang.
Beberapa Keanehan dalam Pemilu 2024
Banyak intelektual, cendikiawan, ilmuan yang yang mengkritik pemilu 2024 ini seperti isu penyalahgunaan kuasa dalam Bansos, MK, penggunaan kepala desa, data yang salah dan banyak lagi yang akan menjadi catatan buruk sejarah untuk bacaan sejarah generasi akan datang.
Bagaimana calon presiden yang waktu kampanyenya rame dimana-mana walaupun tanpa imbuhan artis, amplop, hadiah sebagainya dikalahkan oleh calon yang kampanyenya dimana-mana sepi walaupun ditaburkan amplop, sembako, artis hadiah sebagainya.
Bagaimana pasangan calon presiden yang partainya tidak lolos ke senayan, ternyata menang dalam pemilu.
Bagaimana calon yang selalu dimenangkan dalam survei, tetapi 62 persen rakyat meragukan kemenangannya dan setuju diadakan hak angket.
Ajar Anak Bangsa Biar Kapok
Namun yang pasti adalah masih banyak anak bangsa yang buta politik sehingga lebih memilih kaca dari berlian.
Untuk itu pendidikan politik cara terbaik mendidik anak bangsa adalah dengan pengalaman karena pengalaman adalah guru yang bijaksana.
Setelah ini rakyat akan melihat sebuah negara kekuasaan akan lebih nyata dimana peranan trias politica dalam sistem demokrasi dari, oleh dan untuk rakyat akan lebih ternodai.
Mereka akan merasakan sendiri kemiskinan akan meningkat, pengangguran akan semakin banyak, mencari kerja perlu orang dalam dan sogokan, masyarakat akan antri dan rebutan sembako menghilangkan harga diri demi lima kilo beras dan sedikit sembako lainnya.
Biarkan mereka merasakan pajak yang naik, sembako yang akan semakin mahal, begitu juga dengan biaya pendidikan, kesehatan, transportasi, komunikasi, listrik, air sebagainya.
Saat ini saja BBM, sembako, toll, pendidikan, kesehatan jauh lebih mahal dari di Malaysia yang pendapatan rakyatnya empat kali rakyat Indonesia.
Biarkan hasil petani kita seperti karet, sawit, padi kita jauh lebih murah dari di Malaysia karena rakyatlah yang memilih penderitaan dan kezaliman itu.
Biarkan kekayaan ibu pertiwi hanya dinikmati oleh segelintir orang saja, sementara mayoritas rakyatnya menderita.
Biarkan jalan-jalan kita buruk berlubang-lubang tidak seperti jalan di Malaysia yang dibaiki setiap tahun walaupun masih bagus.
Sebuah negara yang kaya sumber alamnya tetapi rakyatnya antri untuk menjadi TKI dan babu di luar negara dengan berbagai penderitaan dan penghinaan lainnya.
Semua itu adalah akibat dari kesalahan mereka sendiri yang lebih memilih pemimpin yang tidak berkualitas daripada pemimpin yang berkualitas dan diakui kehebatannya oleh dunia.
Dalam falsafah Malaysianya, biarkan si luncai terjun dengan labu-labunya. Menang sorak kampung tergadai di tangan para mafia, penguasa zalim dan oligarki.