JATIM (DesentraLNEWS) – Menyikapi dampak kebijakan Kementerian Keuangan yang mengubah komposisi pendapatan pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) pada 2025, maka Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jatim akan mengoptimalkan pendapatan daerah dari sektor lainnya.
Seperti diketahui, dampak dari kebijakan Kementerian Keuangan yang mengubah komposisi pendapatan PKB dan BBNKB dari yang semula 70 persen untuk pemerintah provinsi dan 30 persen untuk pemerintah kabupaten/kota menjadi 34 persen untuk pemerintah provinsi dan 66 persen untuk pemerintah kabupaten/kota.
“Kita punya kewenangan garis pantai 0-12 mil. Ini tertera pada Undang-Undang nomor 23. Namun anehnya hingga saat ini Jatim tidak pernah mendapatkan kontribusi sama sekali dari 0-12 mil tersebut. Banyak perusahaan, pelabuhan yang kontribusinya justru ke pusat. Kita sedang berunding silahkan dikelola pusat tapi paling tidak ada bagi hasil yang kembali ke kita. Kalau ini bisa dilakukan tentu potensi pendapatan yang diperoleh triliunan,” papar Kepala Bappeda Provinsi Jatim, Mohammad Yasin ditemui di kantornya, Jumat (5/4/2024).
Yasin juga mengungkapkan cukai rokok Jawa Timur menyumbang 60 persen terhadap Nasional. Menurutnya cukai se-Indonesia Rp288 triliun, dari jumlah itu Rp133 triliun berasal dari Jawa Timur.
“Dari Rp133 triliun, yang dikembalikan ke Jatim sebanyak Rp2,7 triliun. Ini dibagi provinsi, kabupaten dan kota. Harapan kita bisa mendapat Rp10 triliun atau minimal Rp5 triliun. Kalau kita mendapat Rp5,5 triliun kita bisa membangun pelayanan dasar seperti kesehatan,” katanya
Menurutnya, kebijakan tersebut menyesuaikan Undang-undang (UU) Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD) yang resmi diundangkan sejak Januari 2022 lalu.
“Kebijakan ini berlaku 1 Januari 2025 mendatang. Kalau kebijakan sebelumnya akan menguntungkan daerah yang sedikit kendaraannya seperti Pacitan, Situbondo dan lainnya. Tapi kalau kebijakan baru 2025 nanti, maka pendapatannya semakin turun karena tidak mendapatkan pemerataan. Sementara itu di Pacitan itu jumlah kendarannya sedikit, kalaupun banyak itu juga motor bekas,” ujarnya
Potensi pendapatan yang berkurang menurutnya cukup banyak, yakni mencapai Rp4 triliun. Dari Jumlah itu Surabaya menyumbang kehilangan potensi pendapatan sekitar Rp1 triliun. “Karena di Surabaya kendaraan mewahnya banyak,” katanya.
Yasin mengatakan dengan kehilangan potensi pendapatan sebanyak Rp4 triliun, pihaknya akan melakukan optimalisasi pendapatan. Ia mengakui saat ini masih banyak kendaraan bermotor yang menunggak pajaknya, sedangkan kewajiban yang menagih membayar pajak adalah provinsi.
“SDM, kantor UPT, biaya operasional semua tanggung jawab provinsi, tapi pembagian hasilnya kabupaten kota lebih banyak. Maka kami sampaikan ke Pak Pj Gubernur untuk membuat MoU dengan Kabupaten/Kota bahwa nagih pajak menjadi kewajiban Kabupaten/Kota dan kepala desa. Dengan ini InsyaAllah akan mengoptimalkan pendapatan,” pungkasnya.