JAKARTA (DesentraLNEWS) – Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) memberikan analisisnya terkait serangan Iran ke Israel dengan ratusan drone bersenjata dan rudal pada Sabtu hingga Ahad dini hari (14/4) waktu setempat.
Menurut Kiai Muhyiddin, serangan rudal Iran ke Zionist Israel patut mendapat dukungan penuh dari masyarakat dunia, terutama umat Islam yang jumlahnya saat ini sudah mencapai dua miliar orang. “Semoga aksi militer tersebut bukan yang pertama dan terakhir, tapi seharusnya dijadikan warming up saja sebelum rantaian aksi militer berikutnya,” ujar Kiai Muhyiddin melalui pernyataan tertulisnya, Senin (15/4/2024).
“Kita menyadari bahwa Zionis Israhell sudah diberikan jaminan dari Godfather USA dan sekutunya bahwa mereka akan bersama Tel Aviv dalam menjaga kedaulatan negara Yahudi yang memang saat pendiriannya didukung penuh oleh Inggris, AS dan sekutu Uni Eropa,” ungkapnya.
Ia mengatakan, masyarakat international hendaknya tak boleh bersuka cita berlebihan atas serangan balasan Iran. Bagi umat Islam dunia, minimal terobati oleh sikap berani Iran di kancah global. “Sudah bisa dipastikan serangan tersebut secara rahasia telah dibahas di tingkat elit negara maju agar tak menjurus kepada ekalasi lebih besar yang mengarah kepada perang dunia berikutnya. Iran juga sudah mempersiapkan diri dengan cermat bahwa Zionist akan melakukan serangan balik dahsyat kepada proxy Teheran di kawasan Timur Tengah,” jelasnya.
Ketua Dewan Pembina Jalinan Alumni Timur Tengah Indonesia (JATTI) itu menyebutkan sejumlah analis terkait serangan balasan Iran tersebut.
Kiai Muhyiddin menjelaskan, serangan Iran bisa dimaknai, yang pertama, Umat Islam masih punya keberanian untuk menunjukan jati dirinya. Walaupun durasinya hanya lima jam dan senjata yang digunakan juga relatif medium dan ringan dengan daya ledak yang terukur, tapi secara psikologi bisa dipahami bahwa IsraHell tak boleh seenaknya melakukan genosida kepada bangsa Palestina. Sebetulnya slogan keras Iran untuk meluluh lantahkan Israhell baru sekedar gertakan militer minor untuk memberikan pelajaran penting ke Tel Aviv.
“Kedua, para pemimpin negara Sunni yang kaya sumber daya alam dan kuat sisi militernya seyogyanya lebih berani dari Teheran dan saatnya bersatu secara militer untuk pembebasan Al Aqsa. Tentara terlatih di medan perang dari OKI sudah lebih dari cukup. Bahkan mereka unggul dibanding dengan total tentara Zionist. Indonesia, Pakistan, Mesir, Nigeria, Turki, Iraq, Saudi Arabia dan lainnya wajib melakukan latihan perang bersama untuk membebaskan Al Aqsa,” tegas Kiai Muhyiddin.
Ketiga, Iran walaupun sudah melakukan serangkaian pembicaraan dengan aliansi negara maju militernya seperti Russia, China dan Korea Utara, masih tetap mengutamakan nasional interestnya. Inflasi negara Mullah itu sampai 35%. Jika serangan Zionist dengan bantuan AS dan sekutunya terjadi ke Iran, maka akan menimbulkan gejolak rakyat dan memperburuk kondisi ekonomi nasional. Itu bisa diekplotasi AS untuk memperkeruh situasi dalam negeri dengan melakukan embargo ekonomi dan sebagainya. Jadi Teheran juga akan mengorbankan ekonominya dalam aksi militer ke Israhell.
“Keempat, jika serangan Iran tersebut hanya sekedar mencari sensasi dan popularitas global, maka Teheran pasti akan dikucilkan dan pamornya akan sirna,” ujar Kiai Muhyiddin.
Kelima, ini momentum terbaik bagi para pemimpin dunia Islam agar mengutamakan kesatuan dan persatuan. “Musuh Islam senantiasa membangkitkan dan mengekploitasi perbedaan untuk kepentingan hegemoni mereka dalam mengendalikan negeri ini tanpa ada rintangan berarti,” tuturnya.
Menurutnya, peta kekuatan militer dunia sudah mengalami perubahan dimana Iran sudah membuktikan jati dirinya menjadi negara dengan militer terdepan. “Teheran sudah mampu mengembangkan kekuatan tempur darat, laut dan udara dengan peningkatan sumber daya manusia (SDM) lokal. Semua military soft and hard ware dibuat dalam negeri oleh para pakar terampil hasil pendidikan tinggi dari manca negara maju,” tandasnya.