JAKARTA (DesentraLNEWS) – Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) siap mengkaji dan mengawal proses hukum kasus Gilbert Lumoindong, seorang pendeta Kristen yang khotbahnya dinilai menistakan dan menghina peribadatan umat Islam.
“Tim Bidang Politik, Hukum, dan HAM Dewan Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia Pusat akan mengkaji secara saksama dan komprehensif serta mengawal proses hukum kasus Gilbert yang diduga sebagai penistaan agama tersebut,” jelas Ketua Umum Dewan Dakwah, Dr. Adian Husaini, di Kantor Pusat Dewan Dakwah di Kramat Raya 45, Jakarta Pusat, dalam keterangannya, Kamis (18/04).
Keputusan ini, ujar Adian, disepakati dalam rapat pengurus pusat Dewan Dakwah setelah menerima beberapa masukan dan permintaan dari pengurus Dewan Dakwah daerah.
Selain tim Hukum, Dewan Dakwah juga akan mendengarkan masukan dari Majelis Fatwa, Bidang Kerukunan Umat Beragama (KUB), serta Bidang Kajian dan Ghazwul Fikri Dewan Dakwah.
Langkah ini Dewan Dakwah ambil menyusul viralnya khotbah Gilbert Lumoindong sejak Senin (15/4) lalu yang membandingkan ibadah salat dan zakat 2,5 persen yang dilakukan umat Islam dengan ibadah ‘sedekah’ Kristen yang mencapai 10 persen.
Adian Husaini, yang memperoleh gelar doktor di bidang pemikiran dan peradaban Islam dari Institut Pemikiran Islam dan Peradaban-Universitas Islam Internasional Malaysia (ISTAC-IIUM), mengimbau agar para pemuka agama dapat menampilkan statemen yang konstruktif dan tidak menyakiti perasaan umat agama lainnya.
Ia juga menyerukan kepada seluruh komponen dai serta jajaran pegiat Dewan Dakwah di seluruh Indonesia untuk tetap tenang dan mempercayakan kasus tersebut pada pihak yang berwenang.
Akibat khotbah Gilbert Lumoindong tersebut, Polda Metro Jaya mengkonfirmasi telah menerima laporan dari komponen masyarakat yang mengadukan Gilbert dengan dugaan penistaan agama pada Rabu (17/4).
“Kasus dugaan penistaan agama itu kini ditangani oleh Subdit Kamneg Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya,” jelas Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Ade Ary Syam Indradi kepada media massa.