Sebetulnya sengketa pilpres 2024 itu sangat sederhana. Para hakim Mahkamah Konstitusi (MK) bisa dengan mudah mengambil kesimpulan apakah pilpres ini curang TSM (terstruktur, sistematis, masif) atau tidak. Caranya? Para hakim cukup menyimak kelakuan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang dia tunjukkan secara terbuka selama ini.
Mengapa cukup fokus ke Jokowi saja? Karena isu sentral pilpres 2024 adalah keikutsertaan Gibran Rakabuming. Dia adalah anak kandung Presiden Jokowi.
Tidak salah kalau siapa saja, termasuk para hakim MK, berangkat dengan asumsi bahwa Jokowi tidak akan membiarkan anaknya kalah. Karena itu, Jokowi pasti melakukan segala cara agar anaknya itu menang. Jokowi paham bahwa Gibran tidak mungkin menang kalau tidak dibantu dengan cara-cara yang curang.
Daftar historis berikut ini bisa membantu para hakim untuk merumuskan putusan yang tepat, benar, dan adil oleh MK. Yaitu, MK yang pro-kebaikan, pro-rakyat, pro-keadilan, pro-kejujuran, tetapi kontra-kebohongan, kontra-keculasan, kontra-kelicikan, dan kontra-pelanggaran hukum serta etika.
Satu: Jokowi bohong besar soal mobil Esemka. Sewaktu masih menjadi walikota Solo pada 2012, Jokowi mengatakan sudah ada 6,000 unit yang dipesan. Ternyata omong kosong. Ini pembohongan publik. Jokowi berbohong fenomenal.
Dua: Pembohongan Esemka diulang lagi pada pilpres 2019. Direkayasa pembuatan pabrik mobil di Boyolali, Jawa Tengah. Di halaman komplek pabrik dipajang sekian banyak mobil pickup warna putih. Setelah itu tidak ada kegiatan lagi. Sekadar pajangan dan untuk bikin konten para buzzer. Akhirnya, semua hoax.
Tiga: Ketika masuk pilpres 2014, Jokowi menipu publik, Dia pura-pura pro-rakyat kecil sedangkan aslinya pro-oligarki rakus.
Empat: Pilpres 2014 diduga kuat berlangsung curang untuk memenangkan Jokowi. Begitu pula pilpres 2019; dicurangi habis oleh Jokowi sebagai petahana. Publik yakin Prabowo-lah pemenangnya tapi karena mesin politik dan penindasan Jokowi sangat kuat, akhirnya MK memenangkan Jokowi dalam sidang sengketa pilpres. Prabowo tak bisa berbuat apa-apa.
Lima: Masih ingat uang 11,000 triliun di luar negeri yang siap dibawa pulang? Ini satu lagi kebohongan Jokowi.
Enam: Jokowi berusaha membangun dinasti politik. Gibran dipaksa menang dalam pemilihan walikota Solo dan Bobby Nasution dibantu menang di Medan. Belum lama ini anak Jokowi yang lainnya, Kaesang Pangarep, langsung menjadi ketua umum PSI walaupun cuma dua hari menjadi anggota.
Tujuh: Jokowi melakukan intervensi di MK untuk meluluskan Gibran ikut pilpres 2024. Kemudian, Jokowi menyalahgunakan kekuasaan (abuse of power) untuk memenangkan Gibran, antara lain menyalahgunakan Bansos dan mengerahkan aparatur negara.
Delapan: Ketua KPU Hasyim Asy’ari mendapat tiga (3) kali peringaran terakhir tetapi dibiarkan oleh Bawaslu dan DKPP (Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu) untuk terus duduk sebagai ketua.
Sembilan: Siapa saja yang berada di sekeliling Jokowi. Faktor ini sangat perlu dipertimbangkan oleh para hakim MK. Misalnya, jangan sampai putusan itu nanti menguntungkan Jokowi sedangkan dia sangat pro-konglomerat, pro-penguras tambang, dan lain-lain.
Sepuluh: Para hakim MK juga perlu mempertimbangkan keresahan yang ditunjukkan oleh ratusan guru besar dan mahasiswa di banyak universitas terhadap sepak terjang Jokowi. Juga kekecewaan para pendukung dan penggemar kelas berat Jokowi seperti Gunawan Muhamad, Iwan Fals, Prof Ikrar Nusa Bhakti dan yang lain-lain, serta para buzzer senior yang sekarang berbalik menentang Jokowi.
Sebagian dari sepuluh poin ini tidak terkait langsung dengan pilpres 2024. Tapi bisa dipertimbangkan sebagai “background evidences” (bukti historis) dan “circumstantial evidences” (bukti suasana atau keadaan). Para hakim MK harus berani keluar dari kaedah pembuktian material-formal. Sebab, MK mengadili sengketa pilpres yang intervensi masif kekuasaan Jokowi di sini hanya bisa dipahami pada hasil akhir. Nyaris tidak terdeteksi sepanjang proses pilpres. Tetapi, intervensi itu bisa disarakan dan sangat berperan.
Putusan MK tidak mesti memenangkan gugatan 01 dan 03. Tetapi, wajib mencegah kelanjutan kekuasaan Jokowi. Sebab, dia adalah orang yang berbahaya bagi keutuhan bangsa dan negara. Terutama sangat berbahaya bagi kehidupan bernegara yang sehat dan terhormat.