Oleh : Dairy Sudarman (Pemerhati Politik Dan kebangsaan)
Lembaga yang disebut sebagai the Guardians of Contitution malah dirobek-robeknya sendiri. Itulah MK sekarang. Tergerus, kezaliman kekuasaan yang ternyata harus berlanjut memusibahi bangsa ini.
Itu berarti, rakyatlah yang akan menjadi “keabadian” korban penderitaan —dimiskinkan dan pemiskinan—akibat ulah elit-elit politiknya yang rakus dan serakah.
Selama satu dekade kekuasaan rezim zalim ini apa yang disebut bencana konstitusi itu terus melanda mengakibatkan kerusakan dan pengrusakan tiada henti di segala segi dan lini perikehidupan berbangsa dan bernegara.
Tidak hanya semula sebagai bencana longsor vertikal domestik. Sekarang sudah menjadi bencana gempa likuifaksi horizontal nasional di mana-mana.
Kanker kerusakan dan pengrusakan itu ditandai berupa megatrust kelongsoran dan likuifaksi korupsi, kolusi dan nepotisme paling akut dan parah.
Termasuk, siapa tahu di balik keputusan MK perihal PHPU Pilpres 2024 itu sesungguhnya hanyalah permainan dramaturgi sinetron politik kotor yang dirancang oleh rezim zalim kekuasaan itu.
Dipenuhi dengan baluran KKN berupa maskot parcel cairan duit yang menyengat-menyengit bau anyir yang sengaja ditutup-tutupi minyak wangi premium yang diimpor dari Paris agar berbau harum.
Rasio komparasi 5:3. Lima yang menolak berbanding tiga yang dissenting opinion , adalah sesungguhnya untuk mendesain agar rasio komparasi itu mampu menciptakan “stabilitas politik”; stabilitas legal hukum formalistik”; “stabilitas mosi dipercaya” dsb, karena seluruhnya toh harus bermuara kepada MK yang sudah memiliki selfpowerment kekuasaan hirarki akan keputusan final and binding. —- yang sesungguhnya hanyalah sebuah skenario dari pembenaran bukan kebenaran politik dan hukum.
Pembenaran politik dan hukum itu oleh mereka kroni-kroni dan oligarki bareng-bareng kekuasaan rezim zalim yang memang harus membuat sinetron itu tokohnya harus dimenangkan dan berakhir happiness tercapailah sudah.
Dan eforia perasaan kebahagiaan mereka semakin paripurna, toh lawannya paslon 01 dan 03 sudah mendeklarasikan secara sah pengakuan kemenangannya terhadap mereka.
Sekarang sang sutradara dan asisten sutradara tengah tertawa terbahak-bahak: menggelikan dan melucukan perbuatan yang padahal kelicikan dan keculasannya sendiri.
Tak usah dinafikan dengan sang sutradara alias Presiden Jokowi sendiri. Tapi yang luput dari perhatian kita, adalah asisten sutradara, alias Anwar Usman. Yang meski sudah diturunkan dari jabatan ketua, dan seolah dinonaktifkan keikutsertaan di kancah persidangan PHPU, sesungguhnya peranannya di balik layar itu justru semakin mengamankan posisinya untuk melancarkan seluruh alur dalam cerita sinetron di MK itu hingga mencapai puncaknya.
Ia mengingatkan menjadikan tokoh simbolis Sengkuni di tengah-tengah ruak dan riak perang pertempuran antara Kurawa dan Pandawa di padang Kurusetra. Yang kali ini harus diubah alur epos dan epik sejarahnya, Kurawalah yang memenangkan peperangan itu.
Tapi ya sudahlah bagi yang mengalah —bukan kalah lho—- kenyataan pahit itu harus ditelan. Menelan yang pahit tidak berarti menelan kiamat segala kegetiran.
Justru, membawa hikmah mendalam yang akan semakin memperkaya pahala segala kesejatian kebenaran. Dan itu akan menjadi modal yang berbobot secara intelektualitas dan religiusitas untuk modal kepemimpinan masa depan.
Dibanding merengkuh yang manis tapi berasal dari bencana konstitusi. Apakah Presiden dan wakilnya itu masih dan sudah cukup dianggap memiliki legitimasi untuk memimpin negara? Yang anak haram konstitusi?
Yakinlah apa-apa dikinerjakan dan dikerjakan nanti berjalan dari bencana konstitusi, yang membawa ulah pasti akan menjadi tulah bagi dirinya sendiri. Kita lihat di perjalanannya nanti. (Mustikasari-Bekasi, 23 Maret 2024/RAF)