Oleh : Nuim Hidayat, Direktur Forum Studi Sosial Politik
Ketika 2019, Jokowi, Prabowo dan banyak pejabat menggunakan salam lintas agama, MUI Jawa Timur protes keras. Mereka mengharamkan penjabat menggunakan salam berbagai agama itu.
Imbauan agar pejabat menggunakan salam menurut agamanya masing-masing dan tidak mencampuradukkan salam berbagai agama itu, termaktub dalam surat edaran bernomor 110/MUI/JTM/2019 yang ditandatangani oleh Ketua MUI Jatim KH. Abdusshomad Buchori dan Sekretaris Umum Ainul Yaqin.
Menurut Kiai Abdushomad, jika si pengucap salam ini beragama Islam maka ucapkanlah Assalaamualaikum. Begitu juga jika si pengucap salam ini beragama lain, maka ucapkanlah salam dengan cara agama lain pula.
“Misalnya pejabat, seorang gubernur, seorang presiden, wakil presiden, para menteri, kalau dia agamanya Muslim ya assalamualaikum. Tapi mungkin kalau Gubernur Bali ya dia pakai salam Hindu,” katanya.
Imbauan dari Ketua MUI Jatim 2019 itu, kini diambil sebagai fatwa dalam Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia VIII, akhir Mei 2024 lalu.
“Penggabungan ajaran berbagai agama, termasuk pengucapan salam dengan menyertakan salam berbagai agama dengan alasan toleransi dan/atau moderasi beragama, bukanlah makna toleransi yang dibenarkan,” demikian salah satu poin keputusan Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia yang dibacakan oleh Ketua SC yang juga Ketua MUI Bidang Fatwa, KH Asrorun Niam Sholeh, Kamis (30/5/2024).
Keputusan lItima’ Ulama MUI tentang salam ini adalah:
- Penggabungan ajaran berbagai agama termasuk pengucapan salam dengan menyertakan salam berbagai agama dengan alasan toleransi dan/atau moderasi beragama bukanlah makna toleransi yang dibenarkan.
- Dalam Islam, pengucapan salam merupakan doa yang bersifat ubudiah, karenanya harus mengikuti ketentuan syariat Islam dan tidak boleh dicampuradukkan dengan ucapan salam dari agama lain.
- Pengucapan salam yang berdimensi doa khusus agama lain oleh umat Islam hukumnya haram.
- Pengucapan salam dengan cara menyertakan salam berbagai agama bukan merupakan implementasi dari toleransi dan/atau moderasi beragama yang dibenarkan.
- Dalam forum yang terdiri atas umat Islam dan umat beragama lain, umat Islam dibolehkan mengucapkan salam dengan Assalamu’alaikum dan/atau salam nasional atau salam lainnya yang tidak mencampuradukkan dengan salam doa agama lain, seperti selamat pagi.
Peryataan Ketua MUI Bidang Fatwa itu, esoknya (31/05) langsung mendapat tanggapan dari Kementerian Agama RI. Kemenag mengatakan salam lintas agama merupakan praktik baik kerukunan umat dan tak sampai pada persoalan keyakinan.
“Salam lintas agama adalah praktik baik kerukunan umat. Ini bukan upaya mencampuradukkan ajaran agama. Umat tahu bahwa akidah urusan masing-masing, dan secara sosiologis, salam lintas agama perkuat kerukunan dan toleransi,” kata Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama Kamaruddin Amin dalam siaran persnya.
Kamaruddin Amin mengatakan, dalam praktiknya, salam lintas agama menjadi sarana menebar damai yang juga merupakan ajaran setiap agama. Ini sekaligus menjadi wahana bertegur sapa dan menjalin keakraban.
“Sebagai sesama warga bangsa, salam lintas agama bagian dari bentuk komitmen untuk hidup rukun bersama, tidak sampai pada masalah keyakinan,” kata Kamaruddin.
Kamaruddin menambahkan bahwa di negara yang sangat beragam atau multikultural, artikulasi keberagamaan harus merefleksikan kelenturan sosial yang saling menghormati dengan tetap menjaga akidah masing-masing.
“Salam lintas agama adalah bentuk komunikasi sosial yang secara empiris terbukti produktif dan berkontribusi meningkatkan kualitas kerukunan umat beragama,” tegasnya.
Pendapat Kamaruddin ini lemah. Salam lintas agama tidak berpengaruh besar terhadap toleransi. Salam lintas agama baru muncul di masa pemerintahan Jokowi atau sebelumnya Megawati. Presiden presiden sebelumnya tidak pernah menggunakan salam lintas agama. Soekarno, Soeharto, Habibie, Gus Dur dan SBY menggunakan Assalamualaikum saja. Tidak pernah mereka mencampur salam Islam ini dengan om swastiastu, rahayu, salam kebajikan, namo budhaya dan lain-lain.
Salam lintas agama ini nampaknya ingin menggusur budaya Assalamualaikum yang telah menjadi budaya umat Islam (nasional). Makna salam Islam yang indah itu ‘ternodai’ dengan campuran salam dari agama lain. Kalau merunut pada Rasululullah dan para sahabat, maka mereka tidak pernah mencontohkan salam lintas agama.
Al Quran menyatakan, “Apabila kamu dihormati dengan suatu penghormatan (salam), balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik daripadanya atau balaslah dengan yang sepadan. Sesungguhnya Allah Maha Memperhitungkan segala sesuatu.” (QS. An-Nisa ayat 86)
Rasulullah mengajarkan kalau ada orang mengucapkan assalamualaikum jawablah waalaikumsalam warahmatullah. Kalau ada yang mengucapkan assalamualaikum warhamatullah jawablah waalaiikumsalam warahmatullahi wabarakatuh. Bila yang digunakan adalah salam lintas agama, bagaimana umat Islam harus menjawabnya? Tentu tidak ada sunnahnya. Karena salam itu sendiri bertentangan dengan perintah Rasulullah Saw.
Bahkan, Rasulullah pernah menyatakan,
وَعَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – – لَا تَبْدَؤُوا اَلْيَهُودَ وَالنَّصَارَى بِالسَّلَامِ, وَإِذَا لَقَيْتُمُوهُمْ فِي طَرِيقٍ, فَاضْطَرُّوهُمْ إِلَى أَضْيَقِهِ – أَخْرَجَهُ مُسْلِمٌ.
Dari ‘Ali ra pula, ia berkata bahwa Rasulullah Saw bersabda, “Janganlah memulai mengucapkan salam kepada Yahudi dan Nashrani. Jika kalian bertemu dengan mereka di jalan, maka persempitlah jalan mereka.” [HR. Muslim, no. 1319]
Juga berdasarkan riwayat dari Aisyah ra. bahwa Nabi Saw bersabda, “Tidak ada sesuatu yang membuat kaum Yahudi merasa dengki/iri kepada kalian, seperti mereka iri kepada kalian atas ucapan salam dan amin.”
Makanya ada tuntunan, kalau dalam sebuah pertemuan ada berkumpul orang Islam dan non Islam, kitab oleh mengucapkan salam Islam. Kalau dalam pertemuan itu berkumpul non Islam semua, maka kita tidak usah mengucapkan salam, atau kita ucapkan selamat pagi atau salam nasional lain. Kita tidak menggunakan salam agama lain, karena salam adalah doa dan doa ada tuntunannya dalam Islam.
Salam lintas agama dengan alasan untuk kerukunan umat beragama juga aneh. Umat Islam Indonesia sejak sebelum merdeka menggunakan salam Islam, selalu menjaga kerukunan hidup dengan umat beragama lain. Terjadinya konflik antarumat beragama bukan karena faktor salam. Jadi tidak ada korelasi hubungan antara salam lintas agama dan kerukunan. Salam lintas agama justru adalah awal perusakan akidah. Awal perusakan keyakinan umat Islam, bahwa Islam adalah satu-satunya agama wahyu.
Allah berfirman, “Dan siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah dan mengerjakan kebajikan dan berkata, “Sungguh, aku termasuk orang-orang muslim (yang berserah diri).” (QS Fushilat 33).
Para pejabat Muslim, saatnyalah berani menyatakan bahwa saya Muslim. Saya membawa kebaikan bagi alam sekitar. Kalau pejabat Muslim tidak berani berikrar bahwa dirinya Muslim, terus apa yang dibanggakan pejabat itu? Wallahu alimun hakim.