Oleh : M. Rizal Fadillah, Pemerhati Politik dan Kebangsaan
Tempat demo penting di Jakarta antara lain adalah Patung Kuda. Menunjuk pada area dekat Monas mengitari patung Arjuna Wijaya di persimpangan Jl. MH Thamrin dengan Medan Merdeka Barat. Patung Arjuna dengan sais kereta Batara Kresna ditarik oleh delapan kuda “Asta Brata” berasal dari cerita Mahabrata. Terinspirasi dan dibangun saat Soeharto pulang dari Turki. Negara yang bersejarah dan menghormati sejarah.
Tujuan peserta aksi sesungguhnya adalah Istana Presiden. Hanya karena diblokade maka maksimal hanya bisa berada di area Patung Kuda. Demikian juga untuk aksi ke Gedung MK. Hal berbeda untuk aksi ke DPR RI maka pendemo dapat berada di depan Gerbang DPR/MPR RI. Bahkan pada tahun 1998 peserta aksi dapat masuk dan menduduki Gedung DPR/MPR RI untuk menurunkan Soeharto dari tunggangan kuda kekuasaan.
Kini serangan ke Istana Jokowi baik oleh buruh, mahasiswa maupun elemen keagamaan berangkat dari Patung Kuda. Ironinya Jokowi selalu menghindar dari aksi. Ada saja acara “buatan” di luar kota mulai peresmian hingga bersepeda bersama cucu. Dulu “sompral” ingin atau rindu didemo, nyatanya ketika ada demo malah “kabur”.
Jika ada info demo di Patung Kuda, Jokowi langsung pasang kuda-kuda. Biasanya kuda-kuda hanya depan, belakang, tengah, samping dan silang. Tapi kuda-kuda Jokowi sebagai persiapan pertahanan memperkenalkan “kuda-kuda patung” atau mematung, yaitu diam tidak berkomentar. Jika wartawan media bertanya, jawabannya ngeles atau diam tidak mau menanggapi. Inilah kuda-kuda patung.
Jokowi itu jago dalam pasang kuda-kuda patung, tak peduli “diomongin” apa pun. Masa bodoh atas segala reaksi. Saat aksi buruh besar “mayday revolution” di Patung Kuda 1 Mei 2024 Jokowi santai saja bergowes di Mataram NTB. Berhaha hehe dengan warga yang kaget akan kehadirannya. Jokowi tidak peka dengan aspirasi rakyat apakah buruh, mahasiswa atau emak emak. Memang patung itu mati dan tidak punya hati. Apalagi nyali.
Bukti tidak punya hati adalah kebijakan kiwari “Tapera” iuran paksa berbingkai tabungan. Seolah menyejahterakan pekerja dengan perumahan tetapi hakikatnya “menghimpun dana besar” dari keringat pekerja untuk digunakan kepentingan Pemerintah. Pekerja yang sudah berat menghidupi diri dan keluarga masih harus diperas dengan “tabungan” paksa.
Rezim ini adalah rezim patung, rezim berhala, rezim tidak punya rasa. Harus dilawan dengan kecerdasan dan keberanian. Kebersamaan dan kegigihan. Melawan patung kuda mesti dengan menunggangi kuda yang berjiwa. Menggebu dan bersemangat. Meruntuhkan kuda-kuda patung melalui serangan dan gerakan menusuk dari berbagai sisi kelemahan.
“Demi kuda perang yang berlari kencang dengan terengah-engah; Dan kuda yang memercikkan bunga api (dengan pukulan kuku kakinya); Dan kuda yang menyerang (dengan tiba-tiba) pada waktu pagi; sehingga menerbangkan debu; Lalu menyerbu ke tengah-tengah kumpulan musuh” (QS. Al Adiyat: 1-5).
Rakyat dan bangsa Indonesia sekarang ini butuh barisan Ksatria pejuang yang dengan gagah berani siap menembus kejumudan, keangkuhan dan kezaliman musuh-musuh agama, bangsa dan negara.
Menghancurkan berhala kekuasaan yang telah membuat mabuk dan gila para penghambanya.
“Allahumma farriq jam’ahum, wa syattit syamlahum, wa zilzal aqdamahum” (Ya Allah pecah belah kelompok mereka, porak-porandakan kekuatannya, goncangkan hati dan keyakinan mereka). Aamiin Yaa Mujiibas Saailin. (Bandung, 3 Juni 2024/RAF)