Oleh : Abd. Mukti, Pemerhati Kehidupan Beragama.
Pasca keluarnya fatwa Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa MUI beberapa hari yang lalu (30/5) di Bangka Belitung tentang haramnya salam lintas agama, sepertinya masih muncul berbagai respon masyarakat. Pro dan kontra, karena pengucapan salam lintas agama oleh para pejabat muslim sudah berlangsung lama.
Dalam keputusannya, MUI menyatakan bahwa penggabungan salam beberapa agama itu hukumnya haram dan bukan termasuk toleransi yang benar.
Tapi insyaallah bagi muslim yang taat syariat Islam akan menerima dan melaksanakan fatwa para Ulama se-Indonesia itu. Dan, insyaallah bagi non muslim akan memakluminya.
Pengucapan salam di samping bentuk sapaan juga merupakan doa yang secara otomatis itu ibadah. Ironis rasanya jika seorang muslim berdoa kepada selain Allah SWT.
Setiap hari seorang muslim membaca surat Al-Fatihah dalam shalat. Dalam surat itu kita baca ‘iyyaaka na’budu waiyyaaka nasta’iin’- hanya kepadaMu kami menyembah dan hanya kepadaMu kami mohon pertolongan’. Kan sudah jelas kita wajib beribadah dan memohon pertolongan hanya kepada Allah swt.
Dalam ayat yang lain lebih tegas lagi adanya perintah untuk beribadah hanya kepada Allah SWT dan tidak syirik:
وَاعْبُدُوا اللّٰهَ وَا ُشْرِكُوْا بِهٖ شَيْـًٔا
“Sembahlah Allah dan jangan menyekutukanNya dengan yang lain”. (QS. An-Nisa’ : 36).
Umat Islam jangan sampai tiap hari shalat tapi bersamaan itu masih berlumuran dengan kesyirikan, yakni mohon pertolongan kepada selain Allah.
Iman atau tauhid itu modal utama bagi setiap muslim yang ingin selamat dunia-akhirat.
Dalam hadits muttafaqun ‘alaih, dari ‘Itban bin Malik bin ‘Amr bin Al ‘Ajlan Al Anshori, Rasulullah Saw bersabda,
فَإِنَّ اللَّهَ حَرَّمَ عَلَى النَّارِ مَنْ قَالَ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ . يَبْتَغِى بِذَلِكَ وَجْهَ اللَّهِ
“Sesungguhnya Allah mengharamkan dari neraka, bagi siapa yang mengucapkan laa ilaha illallah (tiada sesembahan yang benar disembah selain Allah) yang dengannya mengharap wajah Allah.” (HR. Bukhari no. 425 dan Muslim no. 33).
Hadits ini menegaskan: haram tersentuh api neraka bagi muslim yang mengucapkan kalimah tauhid ‘laa ilaaha illallah’ dengan ikhlas karena Allah dan tentu melaksanakan konsekwensinya yaitu menjauhi kesyirikan dan mengamalkan perintah Allah dan menjauhi laranganNya hingga akhir hayatnya.
Islam Menjunjung Tinggi Toleransi
Jangan mengajari Islam tentang toleransi umat beragama. Dalam syariat Islam lengkap dalam Al-Qur’an maupun Hadits. Disitu diterangkan bahwa Islam benar-benar menjunjung tinggi toleransi.
Islam tidak melarang kita umat Muslim untuk saling kerjasama saling tolong-menolong dengan umat agama-agama lain dalam masalah-masalah keduniaan (QS. Al-Hujurat: 13).
Walau ada orang tua yang beda agama serta memaksa anaknya untuk berbuat kesyirikan. Hal ini anak wajib menolak, tapi tetap ‘birrul walidain’. (QS. Luqman: 15).
Bahkan dalam ayat yang lain ditegaskan bahwa Allah tidak melarang kepada umat Islam untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang non Islam yang tidak memerangi dan mengusir kita umat Islam dari kampung halaman. (QS. Al-Mumtahanah: 8).
Bahkan begitu tolerannya Islam dalam salah satu hadits Rasulullah Saw menyatakan:
مَنْ آذَى ذِمِّيًا فَقَدْ آذَانِيْ، وَمَنْ آذَانِيْ فَقَدْ آذَى اللهِ
“Barangsiapa menyakiti seorang zimmi (non Muslim yang tidak memerangi umat Muslim), maka sesungguhnya dia telah menyakitiku. Dan barang siapa yang telah menyakitiku, maka sesungguhnya dia telah menyakiti Allah.” (HR. Imam Thabrani)
Hanya saja harus diperhatikan dalam bertoleransi. Dalam surat Al-Kafirun dijelaskan ‘lakum dinukum waliyaddiin’- untukmu agamamu dah untukkulah agamaku’.
Jadi toleransi itu membiarkan dan tidak mengganggu jika umat agama non Islam melaksanakan ritual agama mereka.
Jadi bukan toleransi yang benar jika umat Islam ‘menjeburkan diri’ dalam ranah ibadah agama lain.
Semoga kita umat Islam dapat melaksanakan toleransi umat beragama dengan baik dan konsisten menegakkan ‘lakum diinukum waliyaddiin’. Aamiin, Wallahu a’lam bishshsawab. (Kuala Tungkal, 5 Juni 2024/RAF)