Oleh : M Rizal Fadillah, Pemerhati Politik dan Kebangsaan
Semakin kacau negara ini. Setelah MK dan KPU diperalat meloloskan Gibran sebagai Cawapres kini Jan Ethes dikampanyekan dini.
Anak SD dicekoki dengan racun murahan lewat bagi-bagi buku. Estafeta dinasti Jokowi dibangun dan dipersiapkan terus menerus dengan membodohi rakyat.
Terbitnya buku “Gibran The Next President” itu sah-sah saja, tetapi kurang ajar. Emang Gibran itu tokoh apa? Tanpa Jokowi Gibran bukan siapa-siapa.
Gibran Wakil Presiden? Itu pun sangat memilukan. Pengajuannya saja sudah rekayasa. Kerja brutal Paman Usman di luar akal waras. Sejarah mencatat Gibran itu meski dikukuhkan sebagai Wapres tetap saja cacat moral, cacat etika bahkan cacat hukum. Anak Haram Konstitusi, Anak Haram Demokrasi dan Anak Haram Hak Asasi. Produk Bapak Jokowi.
Parahnya lagi, belum juga dilantik sudah berani mengumbar diri sebagai “Next President”. Presiden Indonesia lho, bukan Presiden Komisaris. Di samping mengancam Prabowo yang bisa ditelikung, juga mengancam keseriusan dalam bernegara. Mengelola negara dianggap seperti berada di Taman Bermain. Indonesia ini negara besar bukan negara mainan anak kecil.
Jawa Barat saat ini sedang berjuang agar menjadi Provinsi terdepan. Artinya Tatar Sunda sesuai dengan potensi kebudayaan dan keagamaannya berhak untuk mendapat perhatian khusus. Karenanya bukan hal yang mengada-ada jika Jawa Barat patut dihargai sebagai Provinsi berstatus Otonomi Khusus. Tentu agar lebih mandiri dan progesif dalam menyejahterakan dan memajukan warga.
Di tengah perjuangan itu, tiba-tiba ada disain “menghalalkan segala cara” untuk membangun politik dinasti. Gibran Anak Jokowi harus menjadi Presiden dengan menjadikan jabatan Wakil Presiden sebagai batu loncatan. Masyarakat Jawa Barat tidak akan bisa tinggal diam dan menerima disain culas seperti itu. Konteks etnis ini bisa berbau “Jawa-isasi”. Etnik Sunda harus melawan.
Jika terjadi pemaksaan agar Gibran menjadi Presiden, maka tentu tidak dapat disalahkan jika muncul semangat warga Jawa Barat untuk berjuang dengan opsi baru yaitu “Jawa Barat Merdeka”. Suatu pilihan berat dan pahit demi menjaga martabat budaya dan agama yang telah lama dijaga. Masyarakat Sunda memiliki toleransi tinggi, tetapi tidak boleh diinjak dan dipaksa untuk menerima kezaliman dan penghianatan atas nama NKRI.
Rezim Jokowi memang parah, sesudah memaksa pindah Ibu Kota Negara lalu kini merambah jauh untuk membangun politik dinasti. Daripada Indonesia menjadi “Negara Republik” yang praktiknya adalah “Negara Kerajaan” lebih baik Jawa Barat segera bersikap dan mendeklarasikan: Jawa Barat Merdeka!
Jokowi dan rezimnya harus menyadari akan bahaya dari cara kerja yang seenaknya, ambisius dan meminggirkan peran rakyat. Macan Siliwangi siap menerkam perampok arogan yang sok kuasa.
Di samping “silih asih dan silih asuh” maka warga Jawa Barat juga siap untuk “silih asah” yakni mengasah kuku-kuku dan taringnya. Allahu Akbar, Merdeka! (Bandung, 13 Juni 2024/TAL)