Oleh : Nuim Hidayat, Direktur Forum Studi Sosial Politik.
Bila ilmu sosiologi membagi manusia laki-laki wanita, kaya miskin, berpendidikan tidak berpendidikan, maka Al-Qur’an lain. Al-Qur’an membagi manusia berdasar ideologi dan akhlaknya.
Al-Qur’an membagi manusia mukmin, taqwa, adil, kafir, fasik dan zalim. Orang mukmin, takwa dan adil disayang Allah (dijamin surga), sedangkan orang kafir, fasik dan zalim dibenci Allah (masuk neraka).
Bila kita mencermati kehidupan Rasulullah Saw, maka kehidupan Rasul adalah kehidupan ibadah, jihad dan dakwah. Ketika mulai mendapatkan wahyu (40 tahun), Rasul selalu melakukan tiga hal ini. Ibadah Rasulullah sangat hebat. Bayangkan dalam ‘satu rakaat’ Rasul menamatkan surat al Baqarah. Rasul berjihad dan berdakwah sepanjang hidupnya.
Dengan mengerahkan penuh kekuatan fikiran dan jiwanya, Rasul menginginkan agar manusia menikmati Al-Qur’an. Menikmati Islam. Rasul menyatakan bahwa mereka yang meyakini Allah dan Rasul-RasulNya (Nabi Adam sampai Nabi Muhammad) maka dijamin surga. Mereka yang bersaksi ‘Laailaahaillallah Muhammadur Rasuulullah’ dijamin masuk al jannah.
Maka ketika kaum kafir lewat Abu Thalib, menawarkan Rasulullah perempuan yang cantik, harta dan tahta, agar beliau menghentikan dakwahnya, Rasul menyatakan,” Wahai Paman, Demi Allah, kalaupun matahari diletakkan di tangan kananku dan rembulan di tangan kiriku, agar aku meninggalkan perkara ini (penyampaian risalah) sehingga Allah memenangkannya atau aku binasa, pastilah tidak akan aku meninggalkannya.”
Kaum kafir adalah kaum yang tidak mengerti Islam. Kaum kafir adalah kaum yang tidak memahami Al-Qur’an dan kepribadian Rasulullah saw. Kaum yang menutup diri dari ajaran deretan Nabi-nabi yang mulia, mulai dari Nabi Adam sampai Nabi Muhammad.
Kafir, berasal dari kata dasar yang terdiri dari huruf kaf, fa’ dan ra’. Arti dasarnya adalah “tertutup” atau “terhalang”. Secara istilah, kafir berarti “terhalang dari petunjuk Allah.” Ia menutup hatinya tidak mau mempelajari Al-Qur’an, sehingga cahaya Al-Qur’an tidak masuk dalam hatinya.
Kaum kafir digambarkan Al-Qur’an lebih buruk dari binatang. Ia dikaruniai Allah kecerdasan, tapi kecerdasan itu tidak digunakan untuk mencari agama yang terbaik (yang benar). Ia hanya mengikuti hawa nafsu atau nenek moyangnya dalam memeluk agama. Allah SWT berfirman,
وَلَقَدْ ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيرًا مِنَ الْجِنِّ وَالْإِنْسِ ۖ لَهُمْ قُلُوبٌ لَا يَفْقَهُونَ بِهَا وَلَهُمْ أَعْيُنٌ لَا يُبْصِرُونَ بِهَا وَلَهُمْ آذَانٌ لَا يَسْمَعُونَ بِهَا ۚ أُولَٰئِكَ كَالْأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ ۚ أُولَٰئِكَ هُمُ الْغَافِلُونَ
“Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.”
Al-Qur’an melihat kaum kafir seperti binatang bahkan lebih rendah lagi. Renungkanlah ayat di bawah ini,
إِنَّ اللَّهَ يُِْلُ الذَ منُو وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ ۖ وَالَّذِينَ كَفَرُوا يَتَمَتَّعُونَ وَيَأْكُلُونَ كَمَا تَأْكُلُ الْأَنْعَامُ وَالنَّارُ مَثْوًى لَهُمْ
“Sesungguhnya Allah memasukkan orang-orang mukmin dan beramal saleh ke dalam jannah yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. Dan orang-orang kafir bersenang-senang (di dunia) dan mereka makan seperti makannya binatang. Dan jahannam adalah tempat tinggal mereka.” (QS. Muhammad 12)
Ibnu Katsir (Tafsir Ibnu Katsir, jilid 3: 490) menjelaskan yang dimaksud layaknya binatang ternak adalah orang-orang yang diserukan kepada mereka untuk beriman sama halnya binatang ternak yang diseru oleh sang penggembala, dimana mereka hanya mendengar suaranya saja, namun tidak memahami apa maknanya sama sekali.
Imam Qurthubi menyebutnya seperti binatang karena mereka tidak mencari pahala dari suatu perbuatan baik, dimana pikiran mereka hanya perihal makan dan minum saja atau hanya perut yang mereka pentingkan. (Lihat https://tafsiralquran.id/tafsir-surah-al-araf-ayat-179-makhluk-yang-lebih-sesat-dari-binatang-ternak/).
Lihatlah tingkah laku orang-orang kafir sehari-hari : kerja, kerja dan kerja. Makan, makan dan makan. Seperti binatang yang tiap harinya keluar kandang atau di kandangnya makan dan minum belaka. Tidak ada aktivitas shalat lima waktu, menikmati bacaan Al-Qur’an, zikir kepada Allah dan lain-lain.
Orang-orang elit kaum kafir juga banyak yang menyeleweng. Al-Qur’an menyatakan mereka suka makan harta manusia dengan jalan yang batil.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّ كَثِيرًا مِنَ الْأَحْبَارِ وَالرُّهْبَانِ لَيَأْكُلُونَ أَمْوَالَ النَّاسِ بِالْبَاطِلِ وَيَصُدُّونَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ ۗ وَالَّذِينَ يَكْنِزُونَ الذَّهَبَ وَالْفِضَّةَ وَلَا يُنْفِقُونَهَا فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَبَشِّرْهُمْ بِعَذَابٍ أَلِيمٍ
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya sebahagian besar dari orang-orang alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan harta orang dengan jalan batil dan mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih.” (QS. at Taubah 34)._
Karena menolak dan tidak mau memahami Al-Qur’an dan Rasulullah, maka Allah tidak menerima amalan kaum kafir. Cermatilah ayat berikut ini
مَثَلُ الَّذِينَ كَفَرُوا بِرَبِّهِمْ ۖ أَعْمَالُهُمْ كَرَمَادٍ اشْتَدَّتْ بِهِ الرِّيحُ فِي يَوْمٍ عَاصِفٍ ۖ لَا يَقْدِرُونَ مِمَّا كَسَبُوا عَلَىٰ شَيْءٍ ۚ ذَٰلِكَ هُوَ الضَّلَالُ الْبَعِيدُ
“Orang-orang yang kafir kepada Tuhannya, amalan-amalan mereka adalah seperti abu yang ditiup angin dengan keras pada suatu hari yang berangin kencang. Mereka tidak dapat mengambil manfaat sedikitpun dari apa yang telah mereka usahakan (di dunia). Yang demikian itu adalah kesesatan yang jauh.” (QS. Ibrahim 18)
وَالَّذِينَ كَفَرُوا أَعْمَالُهُمْ كَسَرَابٍ بِقِيعَةٍ يَحْسَبُهُ الظَّمْآنُ مَاءً حَتَّىٰ إِذَا جَاءَهُ لَمْ يَجِدْهُ شَيْئًا وَوَجَدَ اللَّهَ عِنْدَهُ فَوَفَّاهُ حِسَابَهُ ۗ وَاللَّهُ سَرِيعُ الْحِسَابِ
“Dan orang-orang kafir amal-amal mereka adalah laksana fatamorgana di tanah yang datar, yang disangka air oleh orang-orang yang dahaga, tetapi bila didatanginya air itu dia tidak mendapatinya sesuatu apapun. Dan didapatinya (ketetapan) Allah disisinya, lalu Allah memberikan kepadanya perhitungan amal-amal dengan cukup dan Allah adalah sangat cepat perhitungan-Nya.” (QS. an Nur 39)
Kaum kafir, kauh Yahudi, Nasrani dan lain-lain yang tidak memeluk Islam bisa dibagi dua. Kafir harbi dan kafir dzimmi. Kafir harbi adalah kaum kafir yang terus menerus memerangi Islam, baik lewat senjata maupun lewat pemikiran. Sedang kafir dzimmi adalah kafir yang ingin hidup damai dengan umat Islam, tidak berusaha memerangi Islam.
Terhadap kaum harbi kaum Muslim wajib melawannya. Bila mereka memerangi Islam atau umat Islam dengan senjata, maka kaum Muslim memeranginya dengan senjata. Bila mereka memerangi lewat pemikiran, maka kaum Muslim harus membalasnya dengan pemikiran.
Renungkanlah ayat Allah dibawah ini,
كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِتَالُ وَهُوَ كُرْهٌ لَكُمْ ۖ وَعَسَىٰ أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ ۖ وَعَسَىٰ أَنْ تُحِبُّوا شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَكُمْ ۗ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
“Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (QS. al Baqarah 216)
Perang di sini dimaknai dua, perang fisik (senjata) atau perang pemikiran. Perang fisik membuat tubuh kaum mukmin menjadi kuat. Perang pemikiran membuat akal seorang Muslim menjadi lebih cerdas. Lihatlah para sahabat yang berperang bersama Rasulullah, mereka akhirnya menjadi ulama dan pemimpin di masyarakatnya. Lihat pula para pahlawan kita yang dahulu memerangi kaum kafir Portugis dan Belanda, mereka akhirnya menjadi pemimpin di masyarakatnya. Maka benar perkataan ulama, dalam hidup ini semboyan kaum Muslim: mati syahid atau hidup mulia.
Bila kita cermati perjalanan hidup Rasulullah, maka bisa diambil kesimpulan dalam peperangan fisik, sikap kaum Muslim adalah defensif. Tidak memerangi mereka, kecuali mereka memerangi kita lebih dahulu. Sedangkan dalam dakwah sifatnya adalah agresif. Dalam dakwah kita harus aktif mengajak orang untuk berbuat baik dan melarang atau mengingatkan mereka bila mereka melakukan kemungkaran.
Makanya dalam Al-Qur’an dinyatakan bahwa peperangan yang dilakukan kaum Muslim, adalah perang di jalan Allah (jihad fi sabilillah). Bukan perang di jalan thaghut sebagaimana kaum kafir lakukan. Kaum kafir berperang hanya untuk menambah harta, menambah luas wilayah, kejayaan diri dan lain-lain. Makanya kaum kafir bila perang menjadi sangat sadis, tidak peduli moral atau akhlak dalam perang. Lihatlah kelakuan kaum kafir ketika memerangi kaum Muslim di Ambon (1999), memerangi Bosnia, memerangi Irak, memerangi Afghanistan dan lain-lain.
اللَّهُ وَلِيُّ الَّذِينَ آمَنُوا يُخْرِجُهُمْ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ ۖ وَالَّذِينَ كَفَرُوا أَوْلِيَاؤُهُمُ الطَّاغُوتُ يُخْرِجُونَهُمْ مِنَ النُّورِ إِلَى الظُّلُمَاتِ ۗ أُولَٰئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ ۖ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
“Allah Pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman). Dan orang-orang yang kafir, pelindung-pelindungnya ialah syaitan, yang mengeluarkan mereka daripada cahaya kepada kegelapan (kekafiran). Mereka itu adalah penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.” (Qs. al Baqarah 257)
Karena jiwanya damai -menuhankan Allah-, maka kaum Muslim senantiasa menyerukan perdamaian di dunia ini. Beda dengan kaum kafir yang jiwanya seringkali bergejolak –menuhankan thaghut- jiwanya sering resah, sehingga mudah untuk berbuat kriminal: mencuri, menipu, berzina, minum minuman keras, membunuh dan lain-lain.
سَنُلْقِي فِي قُلُوبِ الَّذِينَ كَفَرُوا الرُّعْبَ بِمَا أَشْرَكُوا بِاللَّهِ مَا لَمْ يُنَزِّلْ بِهِ ُلْانا وََأَْامُ النَّارُ ۚ وَبِئْسَ مَثْوَى الظَّالِمِينَ
“Akan Kami masukkan ke dalam hati orang-orang kafir rasa takut, disebabkan mereka mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah sendiri tidak menurunkan keterangan tentang itu. Tempat kembali mereka ialah neraka; dan itulah seburuk-buruk tempat tinggal orang-orang yang zalim.”
Maka lihatlah dalam peperangan di Palestina, jiwa-jiwa pasukan Israel penuh ketakutan meski mereka dibentengi dengan teknologi yang mutakhir. Sedangkan jiwa kaum Muslim -khususnya Hamas- terlihat sangat berani, tidak takut mati. Bagi pasukan Hamas, hidup dan mati sama saja. Mereka yakin bila meninggal, mereka akan dibalas Allah dengan surga. Sedangkan jiwa pasukan Israel penuh keraguan, apakah setelah mati mereka masuk surga atau neraka.
Di ayat ini Allah kaitkan kekafiran dengan kezaliman. Maknanya apa? Kaum kafir itu seringkali berbuat zalim. Karena hatinya gelap, maka perbuatannya pun banyak yang gelap. Senang perbuatan zalim. Zalim lawannya adil. Kaum Mukmin cenderung adil, sedangkan kaum kafir cenderung zalim. Al-Qur’an mengingatkan,
وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ لِابْنِهِ وَهُوَ يَعِظهُ يَا بُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللَّهِ ۖ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ
“Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: “Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar”.
Ya, sebuah kezaliman besar karena Allah satu dikatakan Tuhan banyak. Allah Yang Maha Hebat tidak disembah. Disembah malahan patung, matahari, Nabi, atau makhluk lainnya. Perintah Allah tidak ditaati, yang ditaati adalah hawa nafsu manusia. Al-Qur’an mengingatkan,
أَرَأَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ إِلَٰهَهُ هَوَاهُ أَفَأَنْتَ تَكُونُ عَلَيْهِ وَكِيلًا
“Terangkanlah kepadaku tentang orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya. Maka apakah kamu dapat menjadi pemelihara atasnya?” (QS. al Furqan 43)
Karena menuruti hawa nafsu, maka dunia atau negara yang dibangun kaum kafir bila dicermati penuh kelemahan. Negara yang dosa-dosa benar dibiarkan, pembunuhan manusia ‘dilegalkan’, zina difasilitasi, judi dimana-mana, minuman keras jadi kebanggaan, narkoba jadi bisnis, mencuri/korupsi membudaya, riba menjadi andalan dan seterusnya.
Al-Qur’an mengibaratkan kaum kafir yang membangun negara atau dunia seperti membangun jaring laba-laba. Sebuah jaring yang sangat lemah. Jaring yang anak-anak kecil pun mampu untuk merusaknya. Renungkanlah firman Allah dalam surat al Ankabut 41 ini,
مَثَلُ الَّذِينَ اتَّخَذُوا مِنْ دُونِ اللَّهِ أَوْلِيَاءَ كَمَثَلِ الْعَنْكَبُوتِ اتَّخَذَتْ بَيْتًا ۖ وَإِنَّ أَوْهَنَ الْبُيُوتِ لَبَيْتُ الْعَنْكَبُوتِ ۖ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ
“Perumpamaan orang-orang yang mengambil pelindung-pelindung selain Allah adalah seperti laba-laba yang membuat rumah. Dan sesungguhnya rumah yang paling lemah adalah rumah laba-laba kalau mereka mengetahui.”
Maka kaum Muslim jangan minder dengan teknologi yang dikembangkan kaum kafir. Atau dengan bangunan-bangunan megah yang dibuat mereka. Atau dengan jaringan yang mereka buat untuk mengatur dunia ini. Al-Qur’an mengingatkan,
لَا يَغُرَّنَّكَ تَقَلُّبُ الَّذِينَ كَفَرُوا فِي الْبِلَادِ
مَتَاعٌ قَلِيلٌ ثُمَّ مَأْوَاهُمْ جَهَنَّمُ ۚ وَبِئْسَ الْمِهَادُ
“Janganlah sekali-kali kamu terperdaya oleh kebebasan orang-orang kafir bergerak di dalam negeri. Itu hanyalah kesenangan sementara, kemudian tempat tinggal mereka ialah Jahannam; dan Jahannam itu adalah tempat yang seburuk-buruknya.”
Kemajuan sebuah negara atau manusia bukanlah diukur dari aspek-aspek fisiknya, seperti teknologi dan bangunan-bangunan yang megah. Kemajuan seorang manusia diukur dari batinnya, dari akhlaknya. Untuk apa mempunyai handphone mahal dan rumah mewah, bila isi rumahnya adalah manusia-manusia yang jahat. Manusia yang suka beramal buruk.
Manusia hebat menurut Al-Qur’an, bukanlah manusia yang menguasai teknologi atau yang pintar otaknya belaka. Manusia hebat adalah yang akhlaknya hebat. Yang tingkah lakunya hebat: suka ibadah, suka menolong orang, suka mendamaikan orang yang bertengkar, dan akhlak-akhlak terpuji lainnya.Untuk apa cerdas, kalau tingkah lakunya memuakkan. Seorang Mukmin berusaha dalam hidupnya untuk menjadi orang yang cerdas dan mulia akhlaknya.
Karena itu Al-Qur’an menyatakan,
إِنَّ شَرَّ الدَّوَابِّ عِنْدَ اللَّهِ الَّذِينَ كَفَرُوا فَهُمْ لَا يُؤْمِنُونَ
“Sesungguhnya binatang (makhluk) yang paling buruk di sisi Allah ialah orang-orang yang kafir, karena mereka itu tidak beriman.” (QS. al Anfaal 55)
وَكَذٰلِكَ حَقَّتْ كَلِمَتُ رَبِّكَ عَلَى الَّذِيْنَ كَفَرُوْٓا اَنَّهُمْ اَصْحٰبُ النَّارِۘ
“Demikianlah (sebagaimana berlaku kepada umat terdahulu), ketetapan Tuhanmu itu berlaku pula bagi orang-orang yang kafir bahwa mereka adalah para penghuni neraka.”
Maka kita sebagai Muslim, jangan takjub melihat kemajuan mereka. Meski kaum kafir saat ini menguasai dunia, tidak lama lagi dunia akan diatur kaum Mukmin. Prediksi Rasulullah bahwa di akhir zaman nanti terbentuk ‘Khilafah Islamiyah Ala Manhaji Nubuwwah’ bukan suatu yang mustahil. Al-Qur’an mengingatkan,
أَفَلَمْ يَسِيرُوا فِي الْأَرضِ فَيَُرُوا يَْ كَاَ عَاقِبَةُ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ ۚ كَانُوا أَكْثَرَ مِنْهُمْ وَأَشَدَّ قُوَّةً وَآثَارًا فِي الْأَرْضِ فَمَا أَغْنَىٰ عَنْهُمْ مَا كَانُوا يَكْسِبُونَ
“Maka apakah mereka tidak mengadakan perjalanan di bumi, lalu mereka memperhatikan bagaimana kesudahan orang-orang yang sebelum mereka. Mereka itu lebih banyak dan lebih hebat kekuatannya serta (lebih banyak) peninggalan-peninggalan peradabannya di bumi, maka apa yang mereka usahakan itu tidak dapat menolong mereka.” (QS. Ghafir 82)
وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الْأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَىٰ لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُمْ مِنْ بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا ۚ يَعْبُدُونَنِي لَا يُشْرِكُونَ بِي شَيْئًا ۚ وَمَنْ كَفَرَ بَعْدَ ذَٰلِكَ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ
“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa dimuka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembahku-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik.” (QS. An Nuur 55)
Keganasan yang dilakukan Israel terhadap kaum Muslim di Gaza menunjukkan bahwa berdirinya Khilafah Islamiyah tidak lama lagi. Pertolongan Allah akan datang di saat kaum Muslim berada pada puncak kesulitan. Lihatlah sejarah bagaimana Allah menurunkan pertolongannya kepada Nabi Musa ketika beliau berada pada puncak kesulitan? Dihadapannya terbentang lautan, di belakangnya Fir’aun dan pasukannya. Rasulullah Saw ditolong Allah untuk hijrah ke Madinah, karena beliau saat itu dikepung kaum kafir untuk dibunuh.
Rasulullah kemudian hijrah ke Madinah Munawwarah. Dan di kota yang penuh cahaya itulah akhirnya peradaban Islam tumbuh. Sebuah masyarakat yang tumbuh dan dipenuhi oleh kasih sayang sesamanya.
فَاِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًاۙ اِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًاۗ
“Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.” (QS. Al Insyirah 5-6)
Dalam Al-Qur’an, Allah berjanji akan memberi kemenangan kaum Mukmin. Dan kita tahu, janji Allah pasti terlaksana. Allah tidak pernah mengingkari janjiNya. Renungkanlah ayat berikut ini,
وَلَقَدْ أَرْسَلَا قَبْلِ سُلًا إِىٰ قَوْمِهِمْ فَجَاءُوهُمْ بِالْبَيِّنَاتِ فَانْتَقَمْنَا مِنَ الَّذِينَ أَجْرَمُوا ۖ وَكَانَ حَقًّا عَلَيْنَا نَصْرُ الْمُؤْمِنِينَ
“Dan Sesungguhnya Kami telah mengutus sebelum kamu beberapa orang rasul kepada kaumnya, mereka datang kepadanya dengan membawa keterangan-keterangan (yang cukup), lalu Kami melakukan pembalasan terhadap orang-orang yang berdosa. Dan Kami selalu berkewajiban menolong orang-orang yang beriman.” (Qs. ar Ruum 47)
اِذَا جَاۤءَ نَصْرُ اللّٰهِ وَالْفَتْحُۙ وَرَاَيْتَ النَّاسَ يَدْخُلُوْنَ فِيْ دِيْنِ اللّٰهِ اَفْوَاًاۙ فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ وَاسْتَغْفِرْهُۗ اِنَّهٗ كَانَ تَوَّابًا ࣖ
“Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan, dan kamu lihat manusia masuk agama Allah dengan berbondong-bondong, maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penerima taubat.” (QS. an Nashr 1-3)
وَمَنْ يَتَوَلَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَالَّذِينَ آمَنُوا فَإِنَّ حِزْبَ اللَّهِ هُمُ الْغَالِبُونَ
“Dan barangsiapa mengambil Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman menjadi penolongnya, maka sesungguhnya pengikut (agama) Allah itulah yang pasti menang.” (QS. al Maidah 56)
وَإِنَّ جُنْدَنَا لَهُمُ الْغَالِبُونَ
“Dan sesungguhnya tentara Kami itulah yang pasti menang,” (QS. ash Shaffat 173)
إِنَّا لَنَنْصُرُ رُسُلَنَا وَالَّذِينَ آمَنُوا فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَيَوْمَ يَقُومُ الْأَشْهَادُ
“Sesungguhnya Kami menolong rasul-rasul Kami dan orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia dan pada hari berdirinya saksi-saksi (hari kiamat),” (QS. Ghafir 51)
إِنْ يَنْصُرْكُمُ اللَّهُ فَلَا غَالِبَ لَكُمْ ۖ وَإِنْ يَخْذُلْكُمْ فَمَنْ ذَا الَّذِي يَنْصُرُكُمْ مِنْ بَعْدِهِ ۗ وَعَلَى اللَّهِ فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُؤْمِنُونَ
“Jika Allah menolong kamu, maka tak adalah orang yang dapat mengalahkan kamu; jika Allah membiarkan kamu (tidak memberi pertolongan), maka siapakah gerangan yang dapat menolong kamu (selain) dari Allah sesudah itu? Karena itu hendaklah kepada Allah saja orang-orang mukmin bertawakal.” (QS. Ali Imran 160)
فِي بِضْعِ سِنِينَ ۗ لِلَّهِ الْأَمْرُ مِنْ قَبْلُ وَمِنْ بَعْدُ ۚ وَيَوْمَئِذٍ يَفْرَحُ الْمُؤْمِنُونَ
“Dalam beberapa tahun lagi. Bagi Allah-lah urusan sebelum dan sesudah (mereka menang). Dan di hari (kemenangan bangsa Rumawi) itu bergembiralah orang-orang yang beriman,” (QS. ar Ruum 4)
َ اللَّهِ ۚ يَنْصُرُ مَنْ يَشَاءُ ۖ وَهُوَ الْعَزِيزُ الرَّحِيمُ
“Karena pertolongan Allah. Dia menolong siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Dialah Maha Perkasa lagi Penyayang.” (QS. ar Ruum 5)
Wallaahu aliimun hakiim. Wallaahu aziizun hakiim.