Oleh : Asyari Usman, Jurnalis Senior Freedom News
Hari-hari ini banyak yang bertanya ke saya tentang posisi PKS (Partai Keadilan Sejahtera) dalam pemilihan gubernur Sumatera Utara (Pilgubsu). Ini sangat wajar karena partai “tahan banting” yang menjadi harapan rakyat itu belum juga menentukan pilihan politiknya.
Macam-macam pesan WA yang masuk. Ada yang sekadar bertanya, “Bang, kok PKS diam-diam saja?”
Ada pula yang agak nakal. “PKS kabarnya mau ikut menyokong dinasti Jokowi ya?” Ada yang nyelekit: “Bang, betulkah orang-orang PKS mulai latah ikut-ikutan pragmatis yang bebasis fulus?” Dan seterusnya.
Saya menyimpulkan bahwa semua pesan WA —dan juga obrolan telefon dengan para loyalis PKS— itu mengisyaratkan kepedulian masyarakat luas terhadap langkah-langkah “Partai Oren” dalam percaturan Pilgubsu.
Saya belum sempat bertanya ke para senior PKS di Sumut. Tetapi saya juga ikut khawatir terhadap kesenyapan Oren di tengah hiruk pikuk Pilgub saat ini.
Ada apa? Apakah bakal ada kejutan besar dalam figur yang diusung? Apakah ada pesan WA di atas yang akan menjadi kenyataan?
Kesenyapan itu mencemaskan banyak orang dan juga membingungkan. Kita berharap agar para senior yang akan memutuskan figur yang akan diusung PKS tidak bermain api. Kita sampaikan ini blakblakan karena Partai Oren hari ini telah dijadikan simbol perbaikan dalam berbangsa dan bernegara di masa depan.
Dengan kata lain, kepada PKS dititipkan amanah yang begitu mulia untuk memimpin proses panjang menuju perbaikan itu. Kita semua paham bahwa pada saat ini tidak semua entitas politik mau menggubris, apalagi menerima, pekerjaan perbaikan kuktur politik. Sebab, perbaikan terhadap kerusakan berat yang diwariskan Jokowi itu memerlukan kerja keras dan mentalitas yang kuat. Perlu pengorbanan all-out.
Kebanyakan kelompok politik lebih fokus mencari peluang untuk memperkaya para politisi. Mereka memang bicara tentang masa depan Indonesia tetapi itu semua cuma omong kosong. Hanya retorika saja. Pada dasarnya kebanyakan mereka malah merusak tatanan yang sudah ada.
Tidak demikian halnya dengan PKS. Dalam persepsi publik, para aktivis dan politisi partai dakwah ini memahami kondisi amburadul yang diakibatkan oleh tangan rezim Jokowi. Bagi masyarakat, PKS adalah parpol yang “trustable” (terpercaya).
Artinya, dalam setiap proses pemilihan pemimpin, termasuk kepala daerah, PKS diyakini akan menggunakan kekuatannya untuk mencegah keberlanjutan kerusakan yang dihasilkan oleh Jokowi. Jangan sampai Pilkada yang tak lama lagi akan digelar, termasuk Pilgubsu, memunculkan figur yang terafiliasi dengan rezim perusak.
Kembali ke Pilgubsu, rakyat pemilih di Sumut sedang digiring untuk mendukung Bobby Nasution (BN) —menantu Jokowi. Timses BN sudah melakukan curi start kampanye. Spanduk dan baliho BN yang tampak mewah terpasang di mana-mana.
Kampanye BN memang agresif dan masif. Wajar diduga bahwa di belakang ini ada duit besar. Sekiranya itu benar, tidak mengherankan. Karena mertuanya masih berkuasa. Tidak ada yang sulit.
Tapi, rakyat Sumut menghendaki agar perpanjangan Jokowi tidak terjadi lewat Pilgubsu. Rakyat tegas menentang. Bobby jangan sampai menjamah kursi gubernur.
PKS memang bisa berdalih bahwa tanpa mereka pun si BN sudah kuat. Di DPRD Sumut, Bobby diusung Golkar, Gerindra, Nasdem, PAN, Demokrat, dan PKB. Total 62 kursi dari 100 anggota DPRD.
Tetapi, perjuangan untuk perbaikan tidak linier dengan kekuatan koalisi politik. Perjuangan hanya memerlukan pilihan yang benar. Dalam hal Pilgubsu, masyarakat berharap agar PKS tidak terjerumus mengikuti arus kuat yang beracun.
Jika PKS sengaja keliru gara-gara nafsu, Anda akan sulit untuk keluar dan merahibilitasi nama baik.