BOGOR (DesentraLNEWS) – Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Prof. Dr. KH Didin Hafidhuddin MSc mengingatkan masyarakat untuk tidak salah memilih pemimpin, khususnya kepala daerah yang sebentar lagi akan dilakukan pemilihannya.
Kiai Didin menegaskan bahwa calon pemimpin yang harus dipilih adalah orang-orang yang selama ini menjadi ahli masjid, orang yang terbiasa setiap shalat lima waktu di masjid.
“Pilih yang ahli masjid, kalau tidak pernah ke masjid, tidak berjamaah dengan kaum muslimin jangan dipilih,” tegas Kiai Didin dalam kajian Ahad pagi (26/5/2024) di Masjid Ibn Khaldun, Kota Bogor.
Selain ahli masjid, menurut Kiai Didin, penting calon pemimpin memiliki integritas, kepribadian, kemampuan dan kecerdasan. “Itu yang terbaik, tapi juga jangan lupa dia harus orang yang suka sujud bersama-sama di masjid, itu penting sekali,” jelasnya.
Menurutnya, kalau orang tidak pernah bersama-sama rukuk, tidak pernah bersama-sama sujud, nanti dia tidak akan amanah, dia akan khianat.
Kiai Didin juga mengingatkan untuk menghindari budaya risywah (suap) yang dilakukan untuk membeli suara. “Kelihatannya baik misalnya dengan membagi-bagikan amplope dan segala macam, padahal itu tidak boleh karena itu suap,” ujarnya.
“Saya berharap kepada calon-calon kepada daerah, jangan melakukan perbuatan risywah karena itu dilaknat Allah. Kalau memberi uang semata-mata supaya membeli suara, saya berpendapat itu riswah, baik yang memberi maupun yang menerima,” tambah Kiai Didin.
Oleh karena itu, ia mengingatkan kepada tim sukses pendukung calon kepala daerah jangan menggunakan politik uang untuk membeli suara masyarakat. “Jangan menggunakan uang-uang yang tidak benar, lurus-lurus saja, masalah menang atau tidak soal nanti tapi kita perjuangkan yang lurus, kita jelaskan visi misi dan akhlaknya,” tuturnya.
Ketua Umum Badan Kerjasama Pondok Pesantren Indonesia (BKsPPI) itu mengatakan bahwa saat ini ada istilah integritas, popularitas dan “isi tas”. “Yang ketiga itu bahaya, seandainya kita terbiasa seperti itu maka tidak akan menghasilkan pemimpin yang baik, akan begini terus kondisi masyarakat,” ucapnya.
Terkait kepemimpinan di Bogor, Kiai Didin berpesan kepada masyarakat untuk lebih selektif dan tidak terburu-buru menilai berdasarkan baliho yang banyak beredar.
“Kita ingin pemimpin paling tidak level di Bogor itu yang baik, yang membangkitkan semangat kebaikan, membangkitkan pendidikan, membangkitkan jamaah masjid. Jangan kemudian karena melihat banyak baliho, kita langsung tertarik, itu kan bisa dibiayai, yang saya khawatir biayanya dari tangan-tangan orang-orang atau kelompok tertentu yang ingin menguasai negara,” tutur Kiai Didin.
Ketua Pembina Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) itu mengajak umat Islam untuk berani dengan tegas menolak suap, khususnya dalam kegiatan politik.
“Kita harus tegaskan untuk mengatakan haram terhadap suap (risywah), kami tidak akan menerima amplove untuk membeli suara, kita harus punya kekuatan moral, karena rusak negara ini jika pemimpinnya ditentukan oleh amplove padahal tidak bisa apa-apa,” tegasnya.
“Kita jangan menyerahkan kepemimpinan lima tahun ke depan kepada orang yang tidak jelas, orang-orang yang hanya mengandalkan baliho-baliho, kita harus lihat track recordnya, para alim ulama punya tanggungjawab untuk menjelaskan kepada masyarakat soal ini, mencerdaskan masyarakat dengan pendidikan politik yang benar,” tandasnya.