Oleh : M. Rizal Fadillah, Pemerhati Politik dan Kebangsaan
Serangan hukum atas Sekjen PDIP yang mengkaitkan dengan kasus Harun Masiku tentu bukan tiba-tiba, akan tetapi ada rentetan peristiwa yang merupakan konspirasi Istana. Jajaran teras PDIP asalnya memang berada di ruang yang sama dengan Jokowi. Ruang Istana. Presiden Jokowi adalah petugas partai.
Awal pembangkangan Jokowi saat ia tidak mau mendukung Puan Maharani sebagai Bakal Capres PDIP. Jokowi secara demonstratif memilih Ganjar Pranowo sebagai jagoannya. Tentu dimaklumi bahwa hal ini agar kendali politik berada di tangannya. Ganjar Pranowo sendiri memiliki peringkat survei yang jauh lebih bagus ketimbang Puan Maharani.
Tiba-tiba tanpa “izin” Jokowi, Ketum PDIP Megawati mendeklarasikan Bakal Capres adalah Ganjar Pranowo. Jokowi hanya datang sebagai “undangan” dalam Deklarasi di Batutulis. Meski pulang satu pesawat bersama Ganjar namun Jokowi memendam kekecewaan mendalam. Semula Jokowi berharap Megawati yang kelak akan ikut mendukung jagoannya Ganjar Pranowo. Sebaliknya Megawati yakin Jokowi akan mendukung Ganjar Pranowo yang telah dideklarasikan PDIP.
Ketika kendali atas Ganjar bergeser dari Jokowi ke Megawati, maka Jokowi bergerak cepat dan “zigzag”. Ia berpaling ke Prabowo yang selalu mengaku sebagai “murid politik”nya. Peluang untuk menitipkan sang putra pun terbuka. Bantuan bisa dilakukan oleh Ketua MK Anwar Usman yang kebetulan adik ipar. Mulailah konspirasi Istana berjalan. Untuk adu aparat, Jokowi tentu lebih kuat.
Jokowi mulai membuka sandera kasus Harun Masiku. Hasto Sekjen PDIP menjadi pesakitan. Mengancam Megawati dan Puan Maharani yang terlebih dahulu disandera kasus BTS yang melibatkan suaminya.
Megawati tentu tidak akan diam dan bersiap melakukan perlawanan. Bisa saja ia melirik Prabowo untuk bersama menghajar Jokowi. Hasil Pilpres yang memenangkan Prabowo terus dimasalahkan keabsahannya oleh Megawati. PDIP tentu masih diperhitungkan sebagai kekuatan politik strategis.
Konspirasi Istana memang menarik akibat kursi Istana diperoleh dengan cara yang tidak halal. Rakyat tahu bahwa Prabowo Gibran produk rekayasa Istana. Ini menjadi catatan penting bagi konflik atau prahara politik ke depan. Konspirasi akan menjadi warna sekaligus penyebab dari keruntuhan singgasana. Jokowi rontok, Prabowo Gibran goyah. Jokowi sendiri telah meninggalkan bom waktu yang akan meledak kelak.
Bom yang ternyata disimpan adalah Gibran. Ini masalah besar untuk sekarang dan esok. Meski mungkin Prabowo yang meminta agar Gibran menjadi Cawapres pasangannya, namun Gibran ternyata bakal menjadi parasit bagi Prabowo. Prabowo harus menyingkirkan meskipun upaya untuk menyingkirkan Gibran sama saja dengan mengajak bertarung Jokowi.
Nampaknya sebentar lagi rakyat akan menyaksikan Istana yang penuh dengan adegan saling pukul dan saling tikam. Semua berebut dan ingin mempertahankan kekuasaan. Satu dengan lain berkonspirasi. Konspirasi Istana.
“Allahumma farriq jam’ahum wa syattit syamlahum wa zalzil aqdaamahum” (Ya Allah pisahkan kebersamaan mereka, pecah belah kesatuan mereka dan goncangkan pendirian dan keyakinan mereka). Aamiin Yaa Mujiibas Saailin. (Bandung, 22 Juni 2024/RAF)