Oleh : KH Muhyiddin Junaidi, Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia
Di era kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) Indonesia betul-betul telah kehilangan jati dirinya sebagai negara dengan falsafah Pancasila yang menjunjung akhlak mulia. Pancasila yang merupakan konsensus para founding fathers Republik Indonesia kini telah kehilangan makna yang sebenarnya. Ia hanya tinggal sebuah nama karena semua sila yang terkandung di dalamnya kini sekedar asoseris belaka.
Lembaga terhormat seperti BPIP tak berkutik dan diam seribu bahasa menyaksikan penyelewengan dahsyat seakan proses pembusukan dan pembiaran itu memang well designed. Kongres Umat Islam Indonesia (KUII) X, di Bangka Belitung merekomendasikan agar lembaga tersebut dibubarkan saja karena madharatnya lebih banyak dari manfaatnya.
Bahkan tripilar, tiga ormas yaitu FPI, GNPF dan PA 212 sejak November 2023, mengeluarkan mosi tidak percaya kepada Presiden Jokowi, atas begitu banyak pelanggaran massive yang dilakukan dalam mengendalikan negeri ini. Ia betul sudah berubah menjadi seorang Presiden terasa Raja Lalim absolut dimana titahnya wajib dilaksanakan dengan segala cara.
Lembaga legislatif, yudikatif dan semua perangkat pemerintahan nyaris bisu dan berubah jadi pelaksana tugas di lapangan untuk melaksanakan perintah Raja. Ini dapat dilihat secara kasat mata dan menjijikan di Pemilu 2024.
Ketuhanan Yang Maha Esa, sila pertama dalam Pancasila, sering dipelesetkan sebagai keuangan yang maha kuasa. Hati nurani para pejabat negara dari semua tingkatan sudah mati.
Dengan uang semua bisa diatur dan berjalan mulus. Cawe-cawe Jokowi adalah entry point dan trigger utama dari dekadensi moral yang merebak saat ini. Kelompok oligarkis sangat berkepentingan dan penyokong terdepan dari abuse of power yang dimainkan Jokowi karena mereka akan terus menikmati keuntungan besar guna mempertahankan hegemoninya dalam mengekploitasi sumber daya alam Indonesia tanpa kendala berarti.
Politik transaksional adalah produk para pemilik modal. Penjarahan kelas kakap atas kekayaan alam negeri ini atas nama investasi asing semakin nampak ke permukaan. Konspirasi tingkat tinggi itu punya andil besar dalam meningkatkan dan memperbesar jumlah rakyat miskin dan memperparah tingkat dekadensi moral di semua level dari pejabat tinggi sampai rakyat jelata.
Adalah sebuah gambaran sangat miris, negeri dengan persentasi muslim terbesar di dunia, ternyata saat ini menempati urutan teratas di sektor perjudian, pinjol dan kemaksiatan lainnya.
Bahkan laporan terkini dari PPATK menyebutkan bahwa pelaku judi dari kalangan DPR RI dan daerah di atas 1000 orang. Perputaran uang di perjudian sangat fantastis. Laporan tentang pinjol beberapa waktu lalu ternyata mengejutkan publik karena 40% pelakunya di Jabar adalah guru. Sementara anggota DPR yang sudah lebih mapan terjerumus di perjudian.
Tak tertutup kemungkinan bahwa banyak pihak yang terlibat dalam kemaksiatan ini. Adalah kewajiban kita untuk menghentikan laju dan massivenya tingkat dekadensi moral agar terhindar dari azab Allah.
Kebenaran firman Allah ternyata semakin jelas di mana dijelaskan dalam Al-Qur’an Surat Al Isra ayat 16, bahwa kehancuran sebuah bangsa diawali oleh pemimpinnya.
“Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya mentaati Allah) tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan Kami), kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya.”