Oleh : M. Rizal Fadillah, Pemerhati Politik dan Kebangsaan.
Petisi 100 sudah melaporkan ke Mabes Polri soal dugaan KKN Jokowi dan keluarga. Laporan/pengaduan tersebut mengendap dalam penanganan Tidpikor Bareskrim Mabes Polri. Meski sarat dugaan Korupsi namun sisi mudah pembuktian yang diajukan Petisi 100 adalah Tindak Pidana Nepotisme.
Jokowi, Iriana, Usman dan Gibran adalah subyek yang dilaporkan/diadukan. Pengembangan dapat diarahkan kepada Kaesang dan Bobby Nasution. Delik Nepotisme ternyata berada di ruang KKN yaitu Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. Keterkaitan sangat erat. Pasal 22 UU No. 28 tahun1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas KKN mengancam penjara maksimal 12 tahun.
Gibran dan Kaesang sendiri telah dilaporkan atas dugaan Korupsi ke KPK oleh Ubeidilah Badrun. Seperti yang telah diduga bahwa kasus ini mengendap pula. Nampaknya Jokowi dan keluarga adalah orang kuat. Kuat malu, kuat dosa dan kuat cawe-cawe. Aparat lemah bergerak untuk menindaklanjuti kasus Istana. Sebobrok dan sejahat apa pun.
Over confidance Istana atas kekebalan dan kebebalan hukum menyebabkan mereka suka-suka saja untuk mempertontonkan kemewahan status sosialnya tanpa peduli pada kehidupan rakyat yang semakin berat dan melarat. Kaesang bersama istrinya Erina Gudono melancong ke Philadelphia AS dengan menggunakan pesawat Privat Jet Gulfstream G650ER.
Atas laporan Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) KPK menyiapkan surat panggilan untuk klarifikasi dugaan gratifikasi namun Kaesang ternyata hilang misterius. Elit PSI pun tidak tahu di mana Ketum nya berada. Netizen nakal menyindir dengan pengumuman “missing person”:
“Dicari orang hilang dengan ciri-ciri tinggi 175 Cm, berat badan 80 Kg, usia 29 tahun, tengil dan wawasan pengetahuan umumnya agak kurang”.
Hilang Kaesang menjadi gonjang-ganjing. Lucu KPK tidak bisa menemukan. Jika pengusutan KPK serius maka ini akan menjadi pintu masuk untuk bongkar-bongkar kebusukan keluarga Jokowi yang rentan korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Kaesang sembunyi untuk sementara mungkin sambil menyiapkan atau diarahkan skenario penyelamatan atas tuduhan gratifikasi.
KPK sudah “memberi jalan” di samping berlambat-lambat juga agar “mencari” bukti sewa atas jet pribadi yang dimasalahkan. Lalu temukan kambing sumber dana. Rupanya untuk waktu otak-atik, sebaiknya Kaesang hilang dulu misalnya sembunyi di keranjang pisang.
Meski tuntutan publik KPK tidak hanya melakukan klarifikasi, namun dimulai dari klarifikasi akan terjawab ada gratifikasi. Meluaskan spektrum dari sekedar gratifikasi uang, seks tetapi juga fasilitasi akomodasi dan transportasi. Siapa pembiaya anak Presiden?
Meskipun demikian masalah utama bukan sekedar aspek hukum gratifikasi tetap menyangkut dimensi sosial yaitu gaya hidup.
Gaya hidup hedonis, bermewah-mewah atau pamer kekayaan di tengah kehidupan rakyat yang sangat berat adalah benih konflik bahkan huru-hara. Penggulingan kekuasaan dapat dipercepat oleh “social gap” yang semakin tajam. People Power atau Revolusi di Filipina, Rusia, Perancis, Iran, Indonesia dan lainnya di samping akibat sikap otoriter, ekonomi yang buruk, serta kecurangan politik juga disebabkan oleh kesenjangan sosial yang tajam.
Mulai dari Kaesang lalu Gibran, Bobby Nasution, Iriana menuju Jokowi sang “Godfather” mafia Istana. Mulai dari Kaesang puncak gunung es gratifikasi dibongkar dan dibuat meleleh. Mulai dari Kaesang gaya hidup mewah menjadi celah bagi kemarahan. Mulai dari Kaesang kulit pisang dikupas. Pisang arogansi kekuasaan dan kepalsuan.
KKN keluarga Jokowi harus dibasmi mulai dari ujung masa jabatan bergerak ke belakang. Hilang Kaesang menjadi indikasi dari kepanikan keluarga mafia Istana. Mereka adalah pendosa yang sudah ditunggu dan pantas untuk masuk penjara.