Pengendalian Banjir Harus Dilakukan Lewat Upaya Struktural dan Non Struktural Libatkan Semua Pemangku Kepentingan
JAKARTA. Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) melalui Direktorat Jenderal Sumber Daya Air terus berupaya melakukan penanganan banjir yang terjadi di seluruh wilayah sungai di Indonesia. Berbagai upaya struktural melalui pembangunan fisik infrastruktur seperti bendungan dan embung harus dilengkapi dengan kegiatan non struktural untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dan semua pemangku kepentingan dalam upaya mengurangi resiko bencana banjir.
Hal tersebut diungkapkan oleh Direktur Jenderal Sumber Daya Air Kementerian PUPR Jarot Widyoko yang mewakili Menteri PUPR Basuki Hadimuljono dalam Rapat Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana Tahun 2021 di Jakarta, Jumat (5/3/2021).
“Dalam upaya pengendalian banjir non struktural kami selama ini berkomunikasi dengan pemerhati sungai, karena mereka yang sering menginformasikan kepada kami tentang perkembangan keadaan sungai. Kami juga bekerja sama membuat sumur-sumur resapan dengan para komunitas peduli sungai,” ujar Jarot.
Ditambahkan Jarot, upaya non struktural yang dilakukan di hilir sungai juga dilakukan lewat pengendalian tata ruang, penyiapan sistem peringatan dini, pemetaan daerah rawan banjir, penataan permukiman daerah rawan banjir, penyiapan sistem tanggap darurat, dan konservasi Daerah Aliran Sungai (DAS).
“Prioritas utama penanganan banjir adalah mengembalikan kondisi garis sempadan sungai yang semakin menyempit akibat makin berkembangnya kegiatan perkotaan. Dibutuhkan keterlibatan semua pemangku kepentingan terutama pemerintah daerah setempat terutama dalam membantu pembebasan lahan di bantaran sungai,” ujar Jarot.
Dikatakan Jarot, untuk penanganan upaya struktural, Kementerian PUPR telah membangun sejumlah infrastruktur SDA dari hulu hingga hilir sungai sebagai satu kesatuan. “Di hulu sungai dibangun bendungan, rehabilitasi situ/danau, dan penghijauan, sementara di bagian hilir sungai dilakukan pembangunan Banjir Kanal, tanggul dan normalisasi Kali/Sungai, polder & sistem pengendalian banjir,” ujarnya.
Dalam pengelolaan wilayah sungai Jarot menyebutkan harus memegang prinsip One River One Management, sehingga tidak dibatasi oleh wilayah administrasi. Untuk itu masing-masing daerah administrasi diharapkan bisa bekerja sama dari hulu hingga ke hilir. “Hal ini bertujuan agar tidak ada saling menyalahkan saat terjadi banjir dan lebih jelas dalam pembagian peran dalam penanganan wilayah hulu, tengah, dan hilir sungai,” tuturnya.
Di Kementerian PUPR, Jarot menyatakan penanganan banjir juga tidak hanya dilakukan oleh Ditjen SDA, melainkan penanganan lintas Direktorat Jenderal terkait yakni pembuatan drainase jalan di bidang jalan dan jembatan oleh Ditjen Bina Marga, serta drainase permukiman, penataan Ruang Terbuka Hijau (RTH), implementasi zoning & building code oleh Ditjen Cipta Karya dan Ditjen Perumahan. “Jadi ini beberapa program-program yang dilakukan dengan adaptasi untuk kota yang berkelanjutan dan berketahanan dalam menghadapi bencana (resilient city),” ujarnya. (RUL)