JAKARTA. Kontestasi pilpres 2024 semakin dekat. Partai politik tengah berancang-ancang memanaskan mesin politiknya demi memenangkan suksesi kepemimpinan nasional tersebut. Sederet nama tenar memang masih dibertengger di puncak survey beberapa lembaga survey. Namun, bicara kuda hitam, tentunya saja memunculakan banyak nama yang semakin spekulatif dan inilah politik yang sebenarnya.
Adakalanya nama tenar itu jaminan elektabilitas tinggi. Tak jarang, nama tenar juga bisa jadi jalan lempang untuk memenangi sebuah pertarungan politik seperti ajang Pilpres 2024.
Melihat tren 2024, ada beberapa catatan yang menarik diketengahkan.
Pertama, elektabilitas tinggi, bukan lagi jaminan untuk dapat tiket Pilpres 2024. Menarik apa yang tengah terjadi di tubuh PDIP terkait perseturuan Ganjar Pranowo dan Puan Maharani yang ditenggarai berebut kursi capres dari Partai Banteng Moncong Putih itu.
Walaupun menurut survey beberapa lembaga survei seperti Puspoll (23/05/2021) yang menempatkan Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo di atas Puan Maharani dari sisi elektabilitas dan popularitasnya.
Dari hasil survei Puspoll mengungkapkan bahwa 63,9 persen mengenal Ganjar dan 56,2 persen menyukai Ganjar. Sementara, 59,5 persen mengenal dan 41,4 persen menyukai Puan.
Lembaga Survei KedaiKopi pun merilis hasil surveinya pada 12 April 2021 yang menempatkan Ganjar Pranowo pada peringkat ketiga dengan 16% di bawah Menteri Pertahanan Prabowo Subianto (24,5 persen) dan Presiden Joko Widodo (18,5 persen).
Tak hanya itu, bahkan hasil survei Indikator Politik 4 Mei, menyatakan bahwa Ganjar memiliki tingkat elektabilitas 15,7 persen. Angka tersebut berbanding jauh dengan tingkat elektabilitas Puan yang hanya mengantongi 2,9 persen.
Hasil survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) pada 1 April menyatakan bahwa tingkat elektabilitas Ganjar mencapai 12 persen, sedangkan Puan 1,7 persen.
Berikutnya, dari hasil survei Charta Politika Indonesia yang dirilis pada 29 Maret, tingkat elektabilitas Ganjar mencapai 16 persen. Sedangkan elektabilitas Puan 1,2 persen. Terbaru, lembaga Survei ARSC bahkan menempatkan Anies Baswedan sebagai pemenang survey dengan nilai 17,01 persen, diikuti Prabowo Subianto 14,31 persen dan Ganjar Pranowo 11,25 persen.
Selain itu, Lembaga Pendidikan, Penelitian dan penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) pun melakukan survey terhadap tokoh yang potensial memenangkan pilpres 2024. Hasilnya, Prabowo Subianto berada di peringkat pertama dengan nilai 16,4 persen, Anies Baswedan 12,8 persen, dan Ganjar Pranowo sebesar 9,6 persen. Terakhir, LItbang Kompas pun merilis survey yang kembali dipuncaki oleh Prabowo Subianto dengan angka 16,4 persen, di posisi kedua diraih Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan 10 pesen dan Ganjar Pranowo sebesar 7,3 persen.
Kedua, kapabilitas dan isi tas jadi penopang utama kemenangan Pilpres 2024.
Taka dapat dipungkiri, selain nama tenar (elektabilitas dan ekseptabilitas), faktor yang layak dipertimbangkan adalah kapabilita dan isi tas, atau financial. Penetapan calon yang kompeten dan ‘layak jual’ juga jadi salah satu peluag untuk menang dan seksi di mata parpol yang ikut berkoalisi dalam gerbong dukungan pilpres 2024 mendatang.
Tentu saja, ini akan jadi tantangan tersendiri bagi partai-partai baru yang muncul jelang 2024. Selain harus mengejar popularitas, juga harus punya tokoh yang kapabel untuk diusung sebagai salah satu calon presiden atau bahkan ikut menentukan berkoalisi dengan gerbong parpol dalam menggolkan nama capres yang paling punya kans untuk menang.
Salah satunya adalah Partai PANDAI yang dipimpin Farhat Abbas, salah satu pengacara kondang negeri ini. Walaupun terbilang baru, Farhat Abbas Ketua Umum Partai PANDAI ini dintutut piawai mengejar ketertinggalan tersebut dengan rajin bersuara di media, membangun jaringan infasturukur pemenangan di berbagai daerah, dan menyiapkan narasi-narasi yang seuai dengan ADART Partai PANDAI agar masyarakat tahu apa yang akan dilakukan jika Partai PANDAI mendapat amanah dan kursi legislative hasil pileg 2024 mendatang. Kerja keras tentu tak sesederhana yang kita bayangkan.
Ketiga, butuh nafas panjang merawat elektabilitas dan menjaga asa untuk menang dan dipilih rakyat. Tak ada kata lain selain harus kerja keras, membangun narasi pembangunan dan merangkul sebanyak mungkin dukungan di daerah dan rakyat banyak. Tampil dalam banyak media, dan terus hadir dalam berbagai diskursus kebangsaan dan kedaulatan melalui berbagai saluran media sosial, media online dan bahkan media televisi pun serta mengetuk pintu-pintu dukungan intensif dari rakyat mutlak dilakukan.
Alhasil, walaupun masih didominasi nama-nama beken di bursa pilpres 2024, bukan tak mungkin nama-nama yang selama ini tak diperhitungkan pun bisa jadi kuda hitam asal dapat bekerja meyakinkan pilihan hati rakyat di 2024 mendatang. Selamat bekerja merawat hati rakyat sampai pilpres 2024 mendatang. (YUS)