JAKARTA. Komisi XI DPR RI melakukan rapat dengan Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada Kamis (26/8/2021). Dalam rapat yang dilakukan secara virtual ini, OJK memaparkan 3 Peraturan OJK (POJK) yaitu POJK No.12/POJK.03/2021 tentang Bank Umum, POJK No.13/POJK.03/2021 tentang Penyelenggaraan Produk Bank Umum dan POJK No. 14/POJK.03/2021 tentang Perubahan atas POJK No. 34/POJK.03/2018 tentang Penilaian Kembali Pihak Utama Lembaga Jasa Keuangan. Anggota Komisi XI DPR RI dari fraksi PKS, Anis Byarwati, menyampaikan catatan dan masukan untuk OJK.
Membuka pembicaraannya, Anis yang juga menjabat sebagai wakil ketua Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR RI ini memberikan apresiasi kepada OJK yang responsif menerbitkan aturan-aturan dalam rangka untuk mengakselerasi peran-peran bank umum. “Saya juga tertarik dengan salah satu manfaat dari Peraturan OJK (POJK) ini yaitu manfaat yang pertama kesetaraan antara bank konvensional dan Syariah,” kata Anis.
Menurutnya POJK ini mempercepat transformasi digital yang berlaku untuk bank syariah dan konvensional. Sebagaimana diketahui bersama bahwa perkembangan bank syariah masih belum sepesat bank konvensional. Karenanya, bank Syariah belum bisa berlomba dengan bank konvensional. Hal ini dapat dilihat dari tingkat literasi dan inklusi keuangan syariah yang belum mencapai 10%.
“Ini mengakibatkan market share bank syariah yaitu warga negara kita yang mayoritas muslim, tetapi belum terkoneksi dengan keberadaan bank syariah di hati masyarakat,” ujar Anis.
Ketua DPP PKS Bidang Ekonomi dan Keuangan ini memberikan saran kepada OJK agar bisa mengkaji lebih dalam mengenai strategi OJK untuk mencapai manfaat-manfaat yang menjadi sasarannya. Enam manfaat yang disampaikan OJK dari POJK yang diluncurkannya adalah Kesetaraan antara Bank Konvensional dan Syariah, Mendorong Konsolidasi dan Sinergi antar Bank, Konektifitas dan Kolaborasi, Mendorong Efisiensi Ekonomi, Pemberdayaan Bank Skala Kecil dan Meningkatkan Inklusi Keuangan. Menanggapi manfaat yang pertama, Anis mengatakan “OJK perlu memperdalam kajian dan perencanaan mengenai strategi yang akan dilaksanakan agar bisa mempercepat transformasi digital yang berlaku untuk bank syariah dan bank konvensional.”
Anis juga menyampaikan bahwa persoalan digital untuk bank-bank kecil dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) masih menemukan sejumlah kendala. Apalagi jika berbicara tentang UMKM. Menurut data yang di rilis oleh Kementerian Koperasi dan UMKM, jumlah UMKM di Indonesia sebanyak 64,2 juta unit. Dan baru 10 juta unit yang sudah go digital.
“Jadi mayoritas UMKM justru belum go digital,” katanya. Anis mengharapkan agar POJK juga bisa mendorong dan membantu UMKM untuk mendapatkan manfaat dari POJK ini. “OJK diharapkan bisa berperan lebih luas lagi untuk bisa mendorong UMKM agar bisa go digital. Termasuk pengawasannya yang pasti berbeda,” tuturnya.
Terakhir, Anis menyoroti tentang SDM pelakasana kegiatan perbankan terutama SDM di bank Syariah. Menurut Anis, SDM yang dibutuhkan bank Syariah tentu berbeda dengan SDM yang dibutuhkan bank konvensional. Tidak hanya aspek manajerial saja yang perlu dikuasai akan tetapi karena karakteristik bank syariah dengan karakteristik bank konvensional berbeda, maka penguasaan akan nilai-nilai syariah itu juga sangat dibutuhkan.
“Peningkatan kualitas SDM ini juga belum nampak signifikan,” ujarnya. Oleh karena itu, Anis mendorong agar POJK betul-betul bisa down to earth dan bisa mengangkat bank-bank yang ada terutama bank-bank kecil dan juga UMKM agar bisa mendapatkan manfaat lebih besar dari POJK. (RUL)