JAKARTA (DesentraLNEWS) – Mengisi Ramadhan 1445 Hijriyah, Pusat Pengkajian dan Pengembangan Islam Jakarta atau Jakarta Islamic Center (JIC) menggelar bincang buku “Takhrij Hadits Durratun Nasihin” karya almaghfurlah Dr KH A. Lutfi Fathullah, MA.
Kegiatan ini merupakan hasil kerja sama JIC dengan Baznas Bazis DKI Jakarta. Dan secara kebetulan, saat wafatnya di era pandemi Covid-19 pada pertengahan 2021 lalu, Kiai Lutfi Fathullah sedang menjabat sebagai Ketua Baznas Bazis DKI Jakarta.
Buku yang diterbitkan PPIJ pada 2023 ini sejatinya merupakan disertasi Kiai Luthfi di Universitas Kebangsaan Malaysia (UKM) pada 1998 silam.
Hadir dalam bincang buku tersebut Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah sekaligus mantan Menteri Agama Prof. Dr. KH. Said Aqil Husien Al Munawwar, MA., Ketua Baznas Bazis DKI Jakarta Dr. KH. Akhmad H. Abubakar, MM, Wakil Kepala Pusat PPIJ Dr. KH. Didi Supandi, Lc, MA., dan Dosen Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir UIN Syarif Hidayatullah sekaligus Anggota Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Dr. Hj. Faizah Ali Sibromalisi, MA.
Habib Said Husein Al Munawar, dalam ceramahnya yang cukup panjang memaparkan tentang dasar-dasar ilmu Hadits. Alumni Universitas Ummul Qura’ Mekkah dan Universitas Islam Madinah itu bagai menyampaikan kuliah Pengantar Ilmu Hadits.
Terkait dengan penulis buku, yakni Kiai Lutfi, Habib Said Husein mengaku terus berinteraksi dengan almaghfurlah sampai ketika ia kritis karena Covid-19. “Saat sakit kena Covid, beliau masih kirim pesan kepada saya,” kata dia.
Guru Besar bidang Fiqh dan Ushul Fiqh yang juga seorang qari’ dan penghafal Qur’an ini juga bersaksi bahwa Kiai Lutfi adalah orang yang sangat serius dalam pencarian perawi hadits. “Ini kelebihan beliau,” kata dia.
Sementara, salah satu ulama perempuan Indonesia, Dr. Hj. Faizah Ali Sibromalisi, MA, mengatakan kitab “Durratun Nasihin” yang menjadi objek penelitian Kiai Lutfi masih terbuka untuk dikaji kembali. Menurutnya, penilaian para ahli hadits terhadap sebuah hadits memungkinkan terjadi perbedaan.
“Adanya kemungkinan pendapat penulis berbeda dengan pendapat para pakar Hadis lainnya merupakan suatu keniscayaan yang tidak dapat dihindarkan,” kata dia.
Sebagai informasi, kitab “Durratun Nasihin” adalah salah satu kitab yang cukup populer di kalangan pesantren di Indonesia. Kitab ini merupakan karya ‘Utsman bin Hasan al-Khubawi (wafat 1241H/1824 M). Al-Khubawi merupakan ulama yang hidup di era Turki Utsmani.
Kitab ini populer karena telah diterbitkan di Turki, Mesir dan India. Di Indonesia, Durratun Nasihin menjadi kitab rujukan utama di sekitar 23 pesantren. Kitab ini juga telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dalam tujuh versi penerjemahan yang berbeda.
Dalam disertasinya, Kiai Lutfi menyimpulkan, dalam kita tersebut terdapat 839 hadis. Dari jumlah tersebut, berdasarkan takhrij yang ia lakukan 216 hadis (25,74%) merupakan hadis sahih.
Dari jumlah tersebut, terbagi menjadi dua: sahih li dhatihi 205 hadis dan sahih li ghayrihi 12 hadis. Selain itu, terdapat 2 hadis yang dinilai sahih al-isnad.
Kemudian, hadis yang dinilai sebagai hadis hasan dalam kitab tersebut 86 hadis (10.25%). Dari jumlah itu, hasan li dhatihi 67 hadis, dan hasan li ghayrihi 19 hadis.
Dan hadis-hadis da’if dalam kitab Durratun Nasihin disebutkan ada 180 hadis atau 21, 45%.
“Mudah-mudahan dengan hasil kajian ini, umat Islam di Nusantara dapat terhindar dari mengamalkan atau mempercayai hadis-hadis yang tidak boleh dijadikan sebagai dalil,” ungkap Bu Nyai Faizah.