Oleh : Afriadi Sanusi, PhD (Aktivis Anti Korupsi Dan Good Governance)
Saat ini mungkin sedang berlaku perang batin atau juga konflik kepentingan di kalangan anggota MK antara ingin mengikuti bisikan kiri yang berakibat neraka dan kesengsaraan ataupun untuk mengikuti kata hati kanan yang menjanjikan syurga dan kebahagiaan.
Ketentuan undang-undang dan peraturannya sudah jelas, namun menurut seorang hakim yang jahat dalam film Musang Berjanggut, semua bisa di atur.
Pilihan berada di tangan mereka antara ingin menjadikan Indonesia sebagai sebuah negara yang dikenali dunia karena integritasnya ataupun sebuah negara kekuasaan yang mengikut kehendak penguasa walaupun melanggar undang-undang dalam konsep pembagian kuasa trias politica.
Pilihan kedua akan menjadi cacatan kelam dan gelap sejarah bangsa dan negara. Negara akan mundur ke belakang dari segi persentase dan indeks korupsi, kemiskinan, pengagguran, kriminal, buta huruf, kebahagiaan sebagainya
Namun ada secebis harapan sebuah keputusan berani, monumental dan akan dikenang sejarah bangsa ini.
Ini karena sebelum juga anak bangsa juga mengenang individu-individu yang beritegritas yang menjadi cerminan sejarah bangsa selama ini.
Bukan hanya keluarga, saudara, tetangga, anak cucunya yang bangga tetapi juga sejarah akan mengenangnya sebagai seorang yang membanggakan karena integrtasnya.
Sebut saja Hoegeng Imam Santoso sang polisi jujur dan berintegritas walaupun hidupnya tidak mewah tetapi dia bahagia dan anak cucunya bangga mmepunyai orang tua, kakek sepertinya
Pak Hatta yang tidak mau menggadaikan nama baik bangsa untuk kesenangan pribadinya, lalu namanya terukir di batu sejarah yang menjadi kebanggan bangsa bergenerasi lamanya.
Nama-nama besar yang selalu menjadi hiasan integritas bangsa seperti Agus Salim, Pak Natsir, Baharudin Lopa dan banyak lagi membuktikan bahwa integritas bukanlah sesuatu yang langka dalam sejarah bangsa.