Oleh : Dairy Sudarman (Pemerhati Politik Dan Kebangsaan)
PT. Timah Tbk bagian dari BUMN yang memiliki kewenangan, khususnya terhadap pengendalian konsesi tambang timah di Indonesia masih kecolongan juga.
Jumlahnya gak kira-kira gedenya. Dikorupsi banyak orang kesohor dan pesohor butterfly glamor semacam Madame Helena Lee dan Mafioso bertampang melankoli Harvey Moeis serta institusi perusahaan-perusahaan swasta raksasa domestik. Akibatnya, negara sendiri dirugikan Rp271 T.
Pertanyaaannya, itu hanya sebagian kecilkah?
Berapa jumlah korupsi telah dan akan dikeruk dirampok lagi?
Jika kali ini dilakukan oleh para penguasa negara dan jabatan menteri ini?
Bisa jadi telah mencapai puluhan ribu triliun setelah sekian lama mereka beroperasi menambang?
Terlebih-lebih, ketika tanpa adanya BUMN yang memegang pengendalian konsensi atas barang tambang lainnya, selain timah, seperti: nikel, kobalt, uranium, tembaga, bauksit, batubara, pasir besi, emas, dsb?
Masing-masing dieksplorasi dan dieksploitasi dengan dikapitalisasi secara lebih bebas dan begitu liberalnya dikuasai oleh perusahaan-perusahaan swasta domestik milik pejabat negara ini yang berkorelasi dengan aseng itu?
Meski ada UU Tambang dan Minerba yang nyatanya semakin dicuekin, seolah tak dilanggar.
Tetapi yang digunakan, adalah aturan pragmatis praktis berupa kewenangan pengendalian konsensi itu hanya dipegang dan ditentukan oleh keputusan kementerian terkait antara: Marinves, BKPM, BUMN dan Perekonomian.
Komposisi yang berbau anyir nepotis dan kolusis yang sangat menyengat ini sudah pasti berada dalam naungan dan perlindungan ketiak kekuasaan rezim Presiden Jokowi.
Yang sudah sepantasnyalah disebut dalam laporan majalah investigatif Tempo sebagai “Kabinet Penguasa-Pengusaha”.
Dan bakul semua bisnis mereka seragam di bidang tambang dan minerba.
Memang mereka pembantu-pembantu Presiden di Istana yang paling menjadi andalan, penting dan strategis di bidang yang akan diharapkan mampu meningkatkan pendapatan negara.
Tetapi apa lacur karena mereka memang pelacur picisan licik dan culas. Masalahnya, menjadi andalan, penting dan strategis buat siapa?
Tiada lain buat segelintir dan kelompoknya sendiri-sendiri yang disebut the oligarchy ini. Sudah bukan rahasia lagi dimiliki mereka: LBP pemilik PT. Toba Sejahtera dengan pelbagai holding dan anak perusahaannya lainnya menguasai eksploitasi dan eksplorasi bahan tambang minerba.
ermasuk, PT. Rakabu Sejahtera pemiliknya, tak lain adalah keluarga dinasti Jokowi. Ada dua anaknya Gibran dan Kaesang sebagai komisaris.
Lantas, kedua perusahaan LBP dan Gibran-Kaesang terlibat konspirasi menguasai pelbagai tambang dengan porosnya mengiblat ke perusahaan-perusahaan milik aseng RRC.
Padahal, dengan negara komunis ini dikenal para pengusahanya yang rakus, licik dan serakah. Pantas, rakus-licik-serakah beraliansi dengan pejabat negara Indonesia yang tak punya etika dan moral alias koruptif, curang, dan pecundang pula.
Demikian pun dengan Bahlil Lahadalia, adalah pemilik PT. Metal Mineral Pradana menguasai tidak kalah besar bisnisnya di usaha pertambangan dengan LBP dan dinasti keluarga Jokowi.
Sementara, melalui Adaro Group siapa tak mengenalnya pemilik usaha pertambangan berskala besar yang lain lagi dikendalikan oleh keluarga Erick Thohir.
Jadi, dengan kewenangan penuhnya atas konsesi lahan pertambangan yang dikendalikan oleh mereka, maka negara sebagai pemegang daulat dan pemilik sebenarnya tidak mendapatkan apa-apa.
Sumber-sumber pendapatan negara dari fiskal pajak pertambangan pun dikendalikan oleh mereka semau mereka pula.
Penghasilan ribuan trilyun dari kelompok mereka dipajak ala holiday taxes. Negara hanya sebagai alat pajak penghiburan. Setiap tahun kontribusinya hanya puluhan trilyun. Sampai kapanpun tak akan mampu mendongkrak secara signifikan pendapatan negara untuk APBN yang statis dan stagnan.
Sekali saat memberi sumbangsih 300 trilyun ke negara, program hilirisasi menjadi propaganda primadona pemerintah yang dianggap sangat sukses. Padahal, benefit dan profit akselerasinya tetap lebih besar menguntungkan mereka.
Yang jelas, kasus korupsi PT. Timah ini seharusnya dapat memberi inspirasi untuk bisa membuka secara efek domino kotak pandora korupsi terselubung yang besarnya lebih maha raksasa di sektor pertambangan yang dilakukan oleh mereka ini.
Tetapi, jangankan sampai membuka kontak pandora, membuka tabirnya saja tak ada yang berani dan mampu menyibakkannya.
KPK, PPATK, Kejaksaan Agung dan Makhamah Agung bahkan Kepolisian dan TNI pamit mundur. Jangankan menyelidik dan menyidik. Bahkan, sebaliknya ironisnya mereka justru dilindunginya. Yang the Man of Guardian-nya, adalah salah satunya pejabat aktif kepala Polri Sulistyo Sigit Prabowo dan lainnya eks non aktif kepala Polri selaku menteri dalam negeri, Tito Karnavian.
Dalam faktualisasi yang dibuat sumir dan samar diyakini jelas ada kompromi perselingkuhan dan persekongkolan dengan berbagi komisi fee antara mereka juga.
Maka, ketika terkait ada masalah sengketa HPH dan Hak Angket, di tengah-tengah demo di hadapan KPU berorasi sangat garang Refly Harun mengumandangkan pengumuman Refly mendapatkan bocoran dari orang dalam bahwa Jokowi mewanti-wanti untuk menitipkan kelima nama-nama tersebut (LBP, Bahlil, Erick Tohir, Sulistyo Sigit Prabowo dan Tito Karnavian) seolah kepada Presiden pemenang Pilpres 2024 Prabowo-Gibran sebagai bagian dari program implementasi keberlanjutan tetap mendudukkan kelima orang tersebut dengan jabatan-jabatannya di Kabinet barunya tersebut. Ada apa?
Korelasinya melalui kelima orang inilah pula melakukan korupsi suara di Pilpres 2024 yang secara kuantitatif maupun kualitatif dengan pelbagai caranya melakukan manipulasi kecurangan dan keculasan TSM dari hulu hingga hilir Pilpres dan Pemilu 2024 itu.
Merekalah implementator yang paling sangat berbahaya dari inisiatornya sang Presiden Jokowi sendiri pelakunya.
Maka, cara paling efektif untuk menghentikan semua gerakan kejahatan mereka ini MK adalah lembaga hukum konstitusional satu-satunya untuk meloloskan gugatan paslon 01 dan 03 yang tengah dipersengketakan di persidangan hingga diumumkan 22 April 2024 yang waktu kritikalnya tinggal menghitung hari.
Jika tak diloloskan gugatan itu, NKRI bakal bukan lagi sebagai negara kesatuan, tetapi sebagai “Negara Keluarga Republik Indonesia ” dengan implementasinya “Negara Kerajaan Republik Indonesia”:
Yang apapun maunya mereka bisa mewujudkannya. Termasuk, menguasai tambang minerba yang menjadi aset negara dan bangsa terbesar yang bisa diharapkan menjadi impian rakyat yang sejahtera adil makmur itu terwujudkan dan nyata.
Atau sebaliknya, impian itu akan tetap terkubur selamanya. Rakyat tetap miskin, bahkan semakin dimiskinkan dan termiskinkan dalam jurang disparitas bangsa yang sungguh sangat mengerikan ke depan. Wallahua’lam Bishawab. (Mustikasari-Bekasi, 9 April 2024/RAF)