Persoalan akurasi dan minimnya verifikasi serta tuntutan kecepatan dalam menyampaikan berita menjadi persoalan yang kini marak terjadi. Secepat apapun, produksi berita harus memenuhi unsur verifikasi dan akurasi, sehingga sebuah berita dapat dipertanggungjawabkan validitasnya
JAKARTA. Persoalan akurasi dan minimnya verifikasi serta tuntutan kecepatan dalam menyampaikan berita menjadi persoalan yang kini marak terjadi. Secepat apapun, produksi berita harus memenuhi unsur verifikasi dan akurasi, sehingga sebuah berita dapat dipertanggungjawabkan validitasnya. “Makanya menjadi jurnalis saat ini dituntut untuk multitasking dan cepat dalam melakukan verifikasi guna akurasi sebuah berita, ini penting, karena tanpa akurasi, kredibilitas media ditempat kita belerja bisa dipertanyakan, disnilah dibutuhkan kecakapan jurnalis dalam mematikan keakuratan sebuah berita yang dibuat,” demikan disampaikan Lahyanto Nadie, anggota Kelompok Kerja Pendidikan dan Pengembangan Profesi Dewan Pers, , dalam pelatihan jurnalis ”Danone Journalist Skill Up: Kelas Kebal Hoaks” secara daring di Jakarta, Senin (11/4/2022)
Dalam kesempatan yang sama, terkait kegiatan yang diselenggarakan oleh Danone, Corporate Communication Director Danone Indonesia, Arif Mujahidin, bahwa menjadi jurnalis saat ini memang tidak mudah. “Proses kerjanya menjadi kian rumit, karena banyak orang yang bisa dijadikan pengamat, dan banyak news-news yang sebetulnya adalah blog biasa, belum bisa disebut sebagai media seperti yang didefinisikan dalam UU Pers, karena itu, kami mendukung kegiatan ini agar keterampilan para jurnalis yang ada kian meningkat dan bisa memberikan akurasi berita kepada masyarakat, juga berperan dalam menangkal berita hoaks yang saat ini sangat sering terjadi,” katanya dalam sambutan sebelum paparan narasumber lainnya.
Acara ”Danone Journalist Skill Up: Kelas Kebal Hoaks” juga mengundang Mafindo, sebuah organisasi nirlaba yang bertujuan menyosialisasikan bahaya informasi bohong (hoaks) dan menciptakan imunitas terhadap hoax.
Informasi hoaks sangat berbahaya. Selain memberikan dampak buruk bagi masyarakat, juga berpotensi menimbulkan konflik yang horizontal yang berbahaya. “Saat ini mengedit tulisan, gambar dan video sangat mudah, jika tidak mengecek kebenaranya kita sangat mudah terpapar hoaks yang ada beredar banyak sekali di dunia maya,” kata Septiaji Eko Nugroho, Ketua Presidium Mafindo saat menyampaikan paparannya dalam acara ”Danone Journalist Skill Up: Kelas Kebal Hoaks”.
Menurut catatan Mafindo, sepanjang 2021, ada 1888 hoaks yang didominasi oleh berita kesehatan sebanyak 24.7%, politik sebesar 22,7% dan lain-lainnya mencapai 27,8%.
Terkait dengan peningkatan kualitas jurnalis, Lahyanto melihat bahwa peningkatan kapasitas wartawan diharapkan membuat verifikasi informasi menjadi lebih ketat. Oleh karena itu, konfirmasi kepada narasumber atau sumber informasi kredibel tidak boleh dilewatkan.
”Kuncinya di edukasi. Bagi wartawan yang sudah mengikuti uji kompetensi, aspek akurasi menjadi hal sangat penting. Kalau tidak akurat, berarti tidak kompeten. Prosesnya panjang, tidak bisa instan,” jelasnya.
Lahyanto menyebutkan, saat ini terdapat sekitar 12.000 wartawan yang telah mengikuti uji kompetensi. Kompetensi itu meliputi kemampuan memahami etika dan hukum pers, konsepsi berita, penyusunan dan menyunting berita, serta bahasa jurnalistik. (RUL)