JAKARTA Dua kelompok massa terlibat bentrok di Jl. Pancoran Buntu II, Pancoran, Jakarta Selatan, Rabu (24/2/2021) sore.
Informasi yang dihimpun DesentraL GROUP akibat bentrokan antara kelompok warga dan organisasi masyarakat ini mengakibatkan luka luka dipihak warga yang terkena lemparan batu.
Kesebelas orang yang dikabarkan mengalami luka akibat bentrokan tersebut yakni, Irawan, Evan, Andre, Denly, Adin Miharja, Andri, Didik, Rasmo, Rohim, Rhoden dan Tumiran.
Kejadian tersebut terjadi sekitar pk. 16:00 sore rabu (24/2), akibat kejadian tersebut sebelas orang dikabarkan mengalami luka-luka dalam insiden tersebut.
Kapolres Jakarta Selatan Kombes Azis Andriansyah mengakui adanya bentrokan tersebut.
“Cekcok sebentar dan saya kemarin berdialog dengan kedua belah pihak,” kata kapolres Kombes Azis dikonfirmasi Kamis (25/02/2021).
Ia menambahkan pihaknya belum merinci motif penyebab bentrokan tersebut. Saat ini petugas Polres Jaksel dan Polsek Pancoran masih melakukan penyelidikan.
Lapor Ke Komnas HAM
Bermula dari adanya sengketa kepemilikan lahan antara Pertamina melalui Pertamina Training and Consulting (PTC) melawan Ahli Waris.
Merasa terintimidasi oleh petugas yang membawa senjata Puluhan warga Pancoran Buntu II melapor ke Komnas HAM.
Warga merasa selama ini hanya tahu kalau lahan tersebut merupakan milik ahli waris Sanyoto dan saat ini sedang berperkara di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
“Kami ke komnas HAM, melaporkan, warga Pancoran merasa diintimidasi oknum Brimob,” ungkap salah satu warga bernama Okta Yuda Irawan, Rabu (13/1/2021) lalu.
“Kita berdiri dilahan sengketa, warga pada dasarnya bukan mempertahankan apa yang bukan hak miliknya, tetapi bertahan sesuai koridor,” imbuh Okta.
Awalnya, menurut Okta, keberadaan oknum petugas dilingkungan tempat tinggalnya terasa menengahi. Namun akhir akhir ini warga merasa petugas sepert tidak netral. Hal tersebut juga disampaikan oleh Okta agar warga melaporkan ke Komnas HAM.
“Mengadukan, ada bukti berupa video keberadaan oknum Brimob disana dari mulai perkataan dan intimidasi, menenteng senjata dan warga merasa ketakutan,” kata Okta.
Sejalan dengan Okta, seorang ibu bernama Emah mengungkapkan bahwa kurang lebih selama 6 bulan terakhir dia dan keluarga merasa tidak tenang atas keberadaan petugas tersebut.
“Dianggapnya kami penjahat, musuh atau maling kami semua ini gak ngerti,” ungkap ibu yang sudah tinggal di lokasi selama 20 tahun.
Diakuinya, “Selama ini merasa tenang tidak pernah ada intimidasi seperti belakangan ini, kalau saya pribadi belum pernah didatangi tapi jadi orang-orang pada cerita pernah didatangi disuruh pergi diiming-imingi dan mau dikasih kerohiman,” tambah Emah.
Namun demikian, Emah menyatakan siap meninggalkan tempat yang selama puluhan tahun dia tempati jika ahli waris yang meminta. “Harapan kami ingin berlanjut kehidupan kami disitu, meskipun harus pergi kan kami ngontrak melalui ahli waris seharusnya ahli waris yang mengusir kami kenapa ini malah orang lain yang mengaku-mengaku dari Pertamina,” lanjut Emah.
Bahkan, seorang ibu bernama Parti yang sudah tinggal selama 25 tahun di lokasi mengungkapkan kalau dia dan keluarga pernah didatangi oknum petugas.
“Saya pernah didatengin dari petugas yang mengaku diutus PTC, menanyakan sudah berapa lama tinggal disini, ngontrak sama siapa, punya anak berapa setelah itu diminta identitas ktp untuk laporan,” paparnya.
Selanjutnya petugas yang datang tersebut, menurut Parti meminta mereka bersedia hadir jika diminta. Parti menyampaikan kejadian tersebut ia terima satu bulan lalu.
“Kalau ibu gak datang, saya datang lagi kesini,” kata Parti menirukan ucapan petugas tersebut. (MHD).