JAKARTA. Kementerian Pertanian (Kementan) meminta masyarakat dan pelaku industri pangan untuk terus waspada terhadap potensi krisis pangan global.
Kondisi Indonesia memang masih terbilang aman. Ketersediaan komoditas pangan strategis masih terjamin dan harga relatif stabil.
Kuntoro Boga Andri Kepala Biro Humas dan Informasi Publik Kementan mengatakan, bagi banyak negara, saat ini krisis pangan sudah di depan mata. Menurut laporan Global Crisis Response Group Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), sekitar 1,6 miliar orang di 94 negara menghadapi setidaknya satu dimensi krisis pangan, energi, dan sistem finansial. Potensi terjadinya krisis pangan global karena adanya gangguan rantai pasok yang membuat harga berbagai komoditas melonjak.
Kuntoro melanjutkan, Perang Ukraina – Rusia, perubahan iklim, dan pandemi covid-19 yang belum sepenuhnya usai, menyebabkan adanya tren di kalangan negara-negara sentra produksi pangan mulai melakukan restriksi ekspor ke negara-negara lain. Sepanjang Juni 2022, International Food Policy Research Institute (IFPRI) menyebut ada berbagai kebijakan restriksi ekspor di beberapa negara, baik berupa pelarangan, izin, dan atau pajak ekspor.
Salah satu komoditas dibatasi adalah gandum. Sejumlah negara penghasil gandum, seperti Rusia, India, Serbia, Mesir, Afghanistan, Kazakhstan, Kyrgyzstan, dan Kosovo, mengeluarkan kebijakan retriksi. Langkah ini diambil untuk tetap menjaga stabilitas pangan di negara mereka masing-masing.
“Perang Rusia – Ukraina juga sangat memengaruhi pasokan gandum untuk kebutuhan global. Menurut laporan FAO, sekitar 50 negara menggantungkan sekitar 30% impor gandumnya dari Rusia dan Ukraina,” kata Kuntoro.
Kondisi ini turut mendapat perhatian besar dari pemerintah. Meski gandum bukan komoditas pangan utama, tapi kebutuhan gandum di Indonesia sangat tinggi. Padahal gandum bukan produk asli Indonesia dan sulit untuk dibudidayakan. Sehingga kebutuhan gandum masih dipasok oleh impor.
Konflik masih bisa mempengaruhi pasar gandum Indonesia, karena total produk pangan yang diimpor dari kedua negara [Rusia dan Ukraina] pada 2021 sebesar 956 juta dolar AS, di mana 98% di antaranya adalah gandum. Indonesia merupakan negara kedua dengan nilai impor gandum tertinggi di dunia, mengingat gandum sulit ditanam. Total nilai impornya 2,6 miliar dolar AS (5,4% dari total impor gandum dunia) pada 2020.
Data BPS tahun 2019 menunjukkan bahwa konsumsi gandum per kapita penduduk Indonesia adalah 30,5 kg/ tahun. Sebagai perbandingan, makanan pangan pokok penduduk Indonesia yaitu beras, konsumsi penduduk Indoensia per kapita sebesar 27 kg/tahun. Kebutuhan gandum terbesar adalah untuk industri produk pangan olahan, seperti mie instan, kue, dan roti.
“Kementan merespon positif pernyataan salah satu pelaku industri pangan olahan berbasis gandum yang menyebutkan kenaikan harga produk pangan olahan tidak akan signifikan. Pemerintah termasuk Kementan mengharapkan semua pelaku industri pangan terus berkomitmen untuk menjaga harga produk mereka”, tegas Kuntoro.
Meskipun begitu, pemerintah tetap akan terus mengedepankan kewaspadaan dan mengupayakan langkah preventif sehingga ketersediaan pangan nasional tetap terjaga. Potensi bahan baku makanan yang bisa naik berkali-kali lipat tentunya perlu diwaspadai, karena dampaknya yang akan sangat merugikan masyarakat.
Berangkat dari kewaspadaan tersebut, maka pemerintah pun memiliki kewajiban untuk mengingatkan masyarakat dan juga pelaku industri pangan terhadap potensi krisis pangan tersebut. Seraya juga terus mengupayakan sejumlah langkah untuk bisa menghindarkan Indonesia dari kemungkinan kelangkaan pangan.
Salah satu upaya yang dilakukan adalah mensubtitusi kebutuhan bahan pangan impor dengan bahan lokal. Untuk kebutuhan industri pangan olahan berbasis gandum, Pemerintah mulai menggalakkan penanaman sorgum yang dapat menggantikan gandum. Kementan juga memperkuat dan menyediakan pangan lokal alternatif, seperti singkong dan umbi-umbian.
“Gandum dapat disubstitusi sorgum yang sangat cocok dikembangkan disini. Pangan lokal dapat menyelamatkan kita dari krisis pangan. Sorgum salah satunya,” tutup Kuntoro. (RUL)