Sengketa PT. Alam Sutera Realty Tbk. vs Ali Chandra, Beredar Spanduk bernada protes. Tim kuasa hukum Ali Chandra, Hendarsam Marantoko mengaku tak mengatahui secara detail siapa pelaku pemasangam spanduk tersebut.
Marantoko & Partners (HMP Law Firm), pada 19 Oktober 2022 lalu, mengunjungi Posko Satuan Tugas (Satgas) Pencegahan dan Pemberantasan Mafia Tanah di Mabes Polri, Jakarta.
Mereka, di antaranya Muhammad Faisal, S.H., M.H., Irawanto, S.E., S.H., M.H., Erlan Nopri S.H., M.Hum., dan Arif Sastra Wijaya, S.H., M.H., membuat pengaduan ke posko itu.
Kedatangan mereka adalah tindak lanjut atas pengajuan permohonan perlindungan hukum kepada Ali Chandra, klien mereka. Ini menyangkut dugaan indikasi keterlibatan mafia tanah dalam proses penerbitan SHGB milik PT. Alam Sutera Realty, Tbk., atas objek tanah milik Ali Chandra.
Pihak HMP Law Firm yakin, klien mereka pemilik sah atas objek tanah seluas 4,5 hektare. Dahulu, lahan itu terletak di Desa Kunciran, Cipondoh, Kabupaten Tangerang, Jawa Barat. Kini, merupakan Kelurahan Kunciran, Kecamatan Pinang, Kota Tangerang, Banten, yang kini tanah a quo dikenal sebagian dengan Cluster Aurora dan sebagian Cluster Aruna.
“Tanah milik klien kami, semula dari sertifikat induk PT. Pembangunan Perisai Baja (PPB). Objek tanah itu dibeli dan dibayar lunas oleh klien kami Rp 450 juta,” kata Hendarsam Marantoko.
Selanjutnya, keterangan objek tanah itu didukung sejumlah fakta. Mulai dari Akta Perjanjian Jual Beli Nomor: 189/KC/10/82 tanggal 6 Oktober 1982, antara PT. PPB, selaku Penjual dengan pihak Pembeli yang dicatat di Notaris Mohamad Said Tadjoedin No: 18.587/1982 tanggal 12 Oktober 1982.
“Lalu, Akta Jual Beli perpindahan hak atas objek tanah milik klien kami, dari PT. PPB ke klien kami pada 3 November 1984. Ini sudah pengukuran atas objek tanah itu,” ungkapnya.
Kemudian, akta jual beli milik Chandra, telah diajukan proses sertifikasi oleh PT. PPB kepada Kantor Pertanahan, berdasarkan Surat Permohonan Sertifikat tanggal 19 Juni 1986 dan Surat Pernyataan 8 Agustus 1987.
Bahwa ditengah proses sertifikasi yang tak kunjung selesai, justru, tahun 1996, Chandra mendapat informasi bahwa PT. Alam Sutera Realty Tbk.–dahulu bernama PT. Adihutama Manunggal (atau PT. Alam Sutera Realty Tbk.)–akan membeli tanah seluas 350.000m2 (termasuk objek tanah 45.000 m2 milik Ali Chandra) dari PT.PPB,” tambahnya.
Selanjutnya, tahun 2005, Chandra shock saat mendapati tanahnya diklaim oleh PT. Alam Sutera Realty Tbk., berdasarkan Akta Jual Beli Nomor: 127/2005 dihadapan PPAT Nanny Sri Wardani dan dikonfirmasi telah terbit SHGB atas nama PT. Alam Sutera Realty Tbk.
“Dengan jual-beli tanah milik klien kami tanpa hak dan melawan hukum antara PT. PPB dengan PT. Alam Sutera Realty Tbk., patut diduga terjadi dugaan tindak pidana penyerobotan tanah sesuai Pasal 385 KUHP. Selain itu, surat-surat dan/atau dokumen yang disyaratkan untuk penerbitan SHGB, diduga palsu atau tak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya,” imbuhnya.
Sebelumnya, tim HMP Law Firm, juga telah menyambangi Kantor Badan Pertahanan Nasional Kota Tangerang, pada 12 Agustus 2022. Di sana, mereka audensi dan meminta klarifikasi ke BPN terkait penerbitan SHGB milik PT. Alam Sutera Realty Tbk.
“Sebab, di satu sisi, klien kami pemilik objek atas jual beli yang sudah dilakukan tahun 1982. Pengurusan sertifikat sudah pernah diajukan, namun klien kami tak tahu mengapa proses di BPN tak selesai,” tambahnya.
Sehingga, patut diduga terjadi tindak pidana pemalsuan surat sesuai Pasal 263 KUHP dan Tindak Pidana memberi keterangan palsu ke akta autentik.
Hal ini berdasarkan Pasal 266 KUHP, tindakan-tindakan itu, kata Hendarsam, patut diduga melibatkan pejabat umum pemerintah yang berwenang. Sementara, disisi lain, ada ratusan lebih pembeli unit atau korban yang diduga mengalami hal serupa seperti Chandra. (RUL)