Hadirnya Permenperin 03/2021 tersebut, kata Pengamat Bisnis dari Quadrant Consulting, Ronny Mustamu, telah menghukum industri mamin Jawa Timur dengan biaya operasional yang tinggi. Kenaikan biaya operasional dari Rp80 per kg menjadi Rp300 – 400 per kg menyebabkan daya saing industri mamin tidak kompetitif
JAWA TIMUR. Permenperin 03/2021 telah menghukum industri mamin (makanan dan minuman) di Jawa Timur dengan biaya operasional yang tinggi. Selain itu, Ronny Mustamu, Pengamat Bisnis dari Quandrant Consulting juga menyatakan beleid tersebut juga bertentangan dengan perundang-undangan di atasnya.
Selain itu, Ronny Mustamu menyatakan bahwa akibat pelaksanaan permenperin 03/2021 ini menyebabkan nilai pertumbuhan ekonomi Jawa Timur pasti akan mengakami penurunan dan efeknya sudah sangat terasa saat ini opsi pemutusan hubungan kerja dan ancaman maraknya peganggungran bisa didepan mata. “Jika hal ini tidak direspon dengan cepat oleh Pemerintah daerah dan Pusat, maka ekonomi Jawa Timur juga terganggu, jadi kami mohon Pemerinah Pusat mendengar aspirasi dengan mencabut atau merevisi [eraturan tersebut,” pintanya.
Hal ini terjadi karena industri mamin harus mendatangkan pasokan bahan baku gula rafinasi dari luar Jawa Timur. Karena kenaikan biaya produksi tersebut, industri mamin di Jawa Timur terpaksa menutup operasi.
Permenperin tersebut juga menyebabkan swasembada gula berbasis gula tebu tidak akan terlaksana. Tidak satu pun pabrik gula yang mendapat izin impor gula saat ini melakukan pembinaan dan pengelolaan gula tebu. Sementara itu, pabrik gula di Jawa Timur yang melakukan tugas pembinaan dan pengelolaan perkebunan tebu dan mampu mengolah gula rafinasi untuk kebutuhan industri mamin Jawa Timur secara efisien justru dimatikan.
“Permenperin ini menabrak banyak aturan dan hukum lain yang lebih tinggi dan menimbulkan diskriminasi yang merugikan pelaku usaha. Sebaiknya Kementerian Perindustrian mempertimbangkan untuk merevisi Permenperin ini. Belum terlambat kendati kuota impor gula sudah berjalan,” kata dia.
Sebelumnya, Menteri Perindustrian dalam pernyataannya di Komisi VI DPR RI menyatakan bahwa penyusunan Permenperin 03/2021 tersebut telah melalui harmonisasi dengan berbagai pihak. Dia menegaskan tidak ada masalah dengan Permenperin tersebut, tidak ada petani yang dirugikan, tidak ada IKM di Jawa Timur yang dirugikan.
Ronny menegaskan, pemerintah harus menjelaskan tindakan pemusatan impor gula hanya pada satu asosiasi yang berkaitan erat dengan batas waktu 25 Mei 2010 seperti yang diatur dalam Permenperin tersebut. Hal tersebut merupakan penyebab utama dampak negatif yang ditimbulkan oleh Permenperin tersebut bagi industri mamin Jawa Timur, pabrik gula, dan tujuan swasembada gula. (RUL)